Jumat 15 Nov 2019 20:18 WIB

Obat 'Pintar' Untuk Kanker Limfoma Hodgkin

Pasien kanker limfoma Hodgkin kadang tidak merespons obat lini pertama dengan baik.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Reiny Dwinanda
Sel kanker. Ilustrasi
Foto: Sciencealert
Sel kanker. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kanker limfoma Hodgkin merupakan kanker yang terjadi karena mutasi sel B pada sistem limfatik dan ditandai dengan adanya sel-sel Reed-Sternberg abnormal. Pasien kanker limfoma Hodgkin memiliki kemunginan remisi yang cukup tinggi, yaitu mencapai 80 persen.

Akan tetapi, sekitar 20-30 persen dari pasien limfoma Hodgkin tidak memberi respons yang baik terhadap pengobatan lini pertama dan mengalami kekambuhan. Pasien limfoma Hodgkin yang mengalami kekambuhan harus menjalani terapi dengan lini kedua yaitu kemoterapi dengan dosis tinggi.

Baca Juga

"Dosis yang lebih "tinggi, pasti beri efek samping yang lebih berat daripada obat lini pertama," jelas spesialis hematologi onkologi medik FKUI RSCM Dr dr Ikhwan Rinaldi SpPD KHOM MEpid dalam diskusi kesehatan yang diselenggarakan bersama Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia (PHTDI), Persatuan Hematologi-Onkologi Medik Ilmu Penyakit Dalam Indonesia (PERHOMPEDIN), Mochtar Riady Comprehensive Cancer Centre (MRCCC) dan PT Takeda Indonesia, di Jakarta.

Selain kemoterapi dengan dosis tinggi, ada opsi lain pada lini kedua pengobatan kanker limfoma Hodgkin. Opsi lainnya adalah terapi target dengan menggunakan Brentuximab vedotin (BV).

BV dikenal sebagai obat pintar karena mampu mengenali sel limfoma Hodgkin melalui ikatan antara antibodi monoklonal anti CD30 dengan CD30 yang berada di permukaan sel limfoma Hodgkin. CD30 merupakan marker atau penanda dari kanker limfoma Hodgkin.

Lebih lanjut, Ikhwan mengatakan, BV bekerja dengan cara berikatan dengan CD30 di permukaan sel limfoma Hodgkin. Selanjutnya, BV akan masuk ke dalam sel dan melakuakn penghentian siklus kehidupan sel sehingga terjadi kematian sel.

"Obat pintar ini bekerja dengan mengenali dan menghancurkan hanya sel limfoma Hodgkin dan tidak menghancurkan sel lain," kata Ikhwan.

Menurut penelitian, BV bisa diberikan hingga 16 siklus. BV diberikan melalui infus ke pembuluh darah atau intravena dengan dosis tertentu, yaitu 1,8 mg/kg berat badan. Pemberian BV dilakukan setiap tiga minggu hingga siklusnya selesai.

"Tapi ada yang memberikan kurang dari itu, terus responnya sudah bagus, dia distop," lanjut Ikhwan.

Terkait efek samping, Ikhwan mengatakan tidak ada obat yang tidak memiliki efek samping, begitu pula dengan BV. Akan tetapi, Ikhwan mengatakan efek samping yang ditimbulkan oleh BV juga relatif lebih ringan dibandingkan dengan kemoterapi pada umumnya.

Saat ini, BV sudah bisa digunakan oleh pasien-pasien limfoma Hodgkin di Indonesia yang membutuhkan. Penggunaan BV sebagai lini kedua dalam pengobatan limfoma Hodgkin sudah diizinkan sejak 2017 dan mendapatkan perbaruan izin kembali pada 2019.

Data Globocan 2018 memperkirakan ada 79.990 kasus limfoma Hodgkin di dunia. Sedangkan di Indonesia, perkiraan jumlah kasus limfoma Hodgkin pada 2018 adalah sebanyak 1.047 kasus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement