Selasa 05 Nov 2019 09:36 WIB

Jangan Jadi Generasi Rebahan, Adrenalin Remaja Harus Tinggi

Remaja harus mempertahankan agar adrenalinnya tetap tinggi.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Reiny Dwinanda
Remaja tengah bermain. (Ilustrasi)
Foto: Antara/Mohammad Ayudha
Remaja tengah bermain. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masa remaja terlalu berharga untuk dilewatkan tanpa makna yang bisa menunjang kesuksesan hidup di masa depan. Ironisnya, belakangan malah populer istilah "generasi rebahan".

Mereka yang termasuk di dalamnya cenderung santai dalam kesehariannya. Seolah, tak ada yang perlu dikejar dalam kehidupan.

Baca Juga

Psikolog klinis Kasandra Putranto mencermati, remaja zaman sekarang seperti termanjakan oleh keadaan. Alhasil, daya juangnya kurang baik.

"Remaja zaman sekarang ogah mengeluarkan usaha lebih untuk mencapai sesuatu," ujar Kasandra.

Terkadang, menurut Kasandra, remaja jadi enggan keluar rumah untuk bergerak karena berbagai alasan yang tidak kuat, seperti cuaca panas atau sekadar mager (malas gerak).

Kasandra pun mengingatkan bahaya di balik kecenderungan tersebut. Ia mengatakan, hormon adrenalin akan turun jika remaja lebih sering mager.

Rendahnya kadar adrenalin dalam tubuh dapat menjadi penyebab depresi pada remaja. Selain itu, depresi juga bisa disebabkan oleh rendahnya dopamin pada otak. Dopamin merupakan senyawa kimia yang berfungsi sebagai penghubung sesama sel saraf (neurotransmitter) dan sel otot di otak.

Oleh sebab itu, Kasandra meminta kepada orang tua untuk mewaspadai merosotnya adrenalin dan kadar dopamin otak remaja. Ayah dan ibu perlu memompa semangat remaja agar adrenalin dan dopamin tetap tinggi.

"Ayo bergerak, jangan jadi generasi malas, mager. Jangan jadi generasi rebahan," ungkap dia.

Kasandra menjelaskan, adrenalin dan dopamin yang tinggi akan meningkatkan rasa kepercayaan diri seseorang. Dengan demikian, remaja pun bisa lebih bisa berkarya dengan rasa senang dan jauh dari depresi.

"Dopamin rendah itu dikarenakan kita tidak bahagia. Tidak bahagia karena dalam hidup, orang merasa tidak punya apa-apa. Padahal, tidak punya apa-apa kan juga bisa bahagia," tutur Kasandra kepada Republika.co.id akhir pekan lalu.

Depresi merupakan kondisi medis yang tak bisa dianggap biasa saja. Siapapun memang bisa mengalaminya, namun harus dilakukan tindakan sebelum berdampak kepada hal fatal, seperti kematian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement