Rabu 10 Jul 2019 00:08 WIB

Syarat Film Indonesia Bisa Dilirik Investor

Meningkatnya jumlah film Indonesia membuat bisnis film ikut berkembang.

Pengunjung menonton film di bioskop rakyat di Pasar Teluk Gong, Penjaringan, Jakarta, Rabu (3/7/2019).
Foto: Antara/Galih Pradipta
Pengunjung menonton film di bioskop rakyat di Pasar Teluk Gong, Penjaringan, Jakarta, Rabu (3/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Fadjar Hutomo mengatakan basis penonton menjadi syarat utama investor berminat untuk berinvestasi di Indonesia. Basis penonton menjadi indikator karena berkaitan dengan penonton.

"Berapa sebenarnya basis penonton Indonesia, dengan diketahui basis penonton ini akan diketahui pula berapa juta penonton yang akan dicapai," ujar Fadjar usai temu media AKATARA 2019 di Jakarta, Selasa (9/7).

Baca Juga

Basis penonton tersebut secara tidak langsung akan berkaitan dengan keuntungan. Namun, tak melulu soal keuntungan, menurut Fadjar, aspek lain yang membuat investor tertarik mendanai film Indonesia adalah soal pembajakan intelektual.

Selain itu, ketersediaan perlengkapan peralatan perfilman di Indonesia juga menjadi pertimbangan investor. Sebab, hal itu akan memengaruhi pengeluaran dalam produksi film.

Menurut Fadjar, sejak didirikannya Bekraf pada 2015, jumlah penonton film meningkat dari tahun ke tahun, yang sejalan dengan meningkatnya jumlah film Tanah Air.

"Logikanya ketika jumlah produksi filmnya bertambah. Investasi di filmnya juga bertambah," kata Fadjar.

Pendekatan terbaru yang dinilai menarik dalam investasi sebuah film adalah pendanaan bersama untuk mendisertifikasi risiko kerugian. "Ide ini terus bergulir, dan investor semakin teredukasi makin melihat ini sebagai sebuah pilihan investasi, mungkin ujungnya ada yang di capital market, ada mungkin yang IPO, reksadana untuk film," ujar Fadjar.

Sementara itu, pemdiri dan CEO perusahaan pembuat konten Visinema Angga Dwimas Sasongko mengaku mengklasifikasikan film yang diproduksinya. Yaitu dalam kategori small, medium dan big size.

"Kalau kita bicara di Visinema kita punya pembagian 60 persen produksi, 40 persen promosi, nominalnya variatif sekali. Rata-rata untuk satu film yang kita investasikan antara Rp 7,5 miliar sampai Rp 16 miliar," ujar Angga.

Untuk mendorong perfilman Indonesia, Bekraf menggelar pasar dan bisnis perfilman AKATARA yang akan berlangsung di Jakarta pada 19 September hingga 22 September 2019. Dalam perhelatan tersebut, Bekraf juga akan menggelar Asia Content Business Summit (ACBS), forum yang diprakarsai oleh Salon Films Hong Kong sejak 2008.

Forum, yang akan dihadiri 15 negara tersebut, sangat strategis bagi pelaku perfilman Tanah Air. Karena forum dapat menjadi wadah untuk meningkatkan kualitas konten dan sumber daya manusia berdaya saing internasional.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement