REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tanahkhir Films bersama Ford Foundation merilis film dokumenter The Woven Path: Perempuan Tana Humba. Karya Lasja F Susatyo ini diproduseri oleh Mandy Marahimin.
"Saya ingin mengangkat tema perempuan dalam tradisi Sumba Timur hari ini, terutama kaitan dengan belis dan perkawinan yang kerap masih sangat memberatkan," kata Lasja.
Lasja menjelaskan, proyek tersebut merupakan dua film dokumenter yang terdiri dari The Woven Path yang berdurasi selama 10 menit. Film tersebut menampilkan keindahan dan kebudayaan Sumba Timur yang dinarasikan dengan puisi karya Diana Timoria dan Umbu Landu Paranggi.
Sementara itu, film dokumenter kedua berjudul Perempuan Tana Humba yang berdurasi 30 menit. Film ini mencoba mengangkat budaya dan tradisi yang memiliki dampak pada perempuan di Sumba Timur.
"Perubahan dan perbaikan tak terelakan, seiring dengan kemajuan zaman. Namun, perbaikan harus dilakukan dengan bijaksana karena tatanan satu berpengaruh terhadap tatanan lainnya" kata Lasja.
Perempuan Tana Humba dibagi menjadi tiga babak, "Marapu", "Belis", dan "Perkawinan". Pada babak pertama, film ini memperlihatkan ritual yang begitu penting dilakukan untuk masyarakat Sumba Timur.
Sedangkan babak "Belis" mencoba menunjukan detail berjalannya sebuah belis atau mas kawin. Ketika belis terjadi, maka perempuan akan diserahkan kepada pihak keluarga laki-laki.
Dengan beberapa sudut pandang yang berbeda, film ini mencoba memperlihatkan cara pandang tradisi dan modern. Bagian ketiga menggambarkan "Perkawinan" dari segi tradisi dan telah masuknya pemahaman yang didorong dari modernisasi yang mulai terjadi di Sumba Timur.
Produser film The Woven Path: Perempuan Tana Humba Mandy mengatakan, film ini akan dibawa untuk mengelilingi wilayah Sumba Timur dan sekolah-sekolah di Indonesia. Dengan cara tersebut diharapkan bisa membuka sudut pandang baru bagi masyarakat dalam melihat posisi perempuan di tengah tradisi yang selama ini telah berjalan.