REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK — Dalam era media sosial (medsos), warganet kerap mengunggah foto sekaligus melampirkan geotag atau detail lokasi pengambilan gambar. Tanpa disengaja, kebiasaan ini berpotensi dapat mengancam kelestarian lingkungan dan hewan.
Dilansir dari Travel and Leisure, Senin (25/3), saat seseorang mengunggah foto hewan tertentu dan melampirkan geotag bukan tak mungkin potensi keberadaan hewan itu bisa terancam. Presiden Africa Travel Inc, Sherwin Banda mengatakan, pemburu hewan kian dimudahkan oleh geotag untuk mendapatkan mangsa mereka.
“Saat turis mengunggah foto mereka, maka pemburu dapat melacak keberadaan hewan lewat geotag,” ujar Banda.
Tak hanya itu, penggunaan geotag juga dapat menimbulkan dampak buruk bagi kelestarian bentang alam. Pasalnya, saat melihat sebuah spot menarik di media sosial yang juga dilengkapi dengan detail informasi lokasi, maka warganet pun berbondong-bondong datang untuk juga mengunjungi lokasi tersebut
Pada 2018, The New York Times melaporkan, Delta Lake di New York merupakan salah satu korban geotag. Di tempat tersebut, terdapat sebuah bukit yang tadinya hanya didaki oleh satu atau dua orang saja dalam sehari.
Kini, dalam sehari, jumlah pendaki telah meningkat hingga 145 orang per hari. Akibatnya terjadi perubahan struktur jalur pendakian pada bukit tersebut.
Warganet diharapkan dapat lebih bijak saat mengunggah foto. Demi kelestarian lingkungan hidup, warganet dapat meminimalisir penggunaan geotag.
Atau, jika memang ingin melampirkan geotag, maka dapat melampirkan lokasi yang tidak terlalu spesifik. Misalnya hanya melampirkan lokasi kota atau negara tempatnya berada saja.