Senin 11 Mar 2019 07:02 WIB

Konsumsi Obat Sembarangan Bisa Picu Rheumathoid Arthritis

Rheumathoid Arthritis kadang memiliki gejala mirip sakit biasa.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Indira Rezkisari
Kebiasaan mengonsumsi obat sembarangan bisa membahayakan tubuh.
Foto: REPUBLIKA/YOGI ARDHI
Kebiasaan mengonsumsi obat sembarangan bisa membahayakan tubuh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jika tubuh demam pasti Anda berinisiasi untuk minum Paracetamol untuk meredakan sakit bukan? Atau ketika persendian nyeri dan kaku pasti Anda langsung meminum obat pereda nyeri yang beredar di pasaran bukan? Kebiasaan-kebiasaan mengonsumsi obat sembarangan itu ternyata bisa membahayakan tubuh.

Ketua Harian Yayasan Sahabat Rheumathoid Arthritis (SahaRA) Emma Hermawati mengatakan salah satu pemicu RA yaitu disebabkan karena kebiasaan mengonsumsi obat tanpa anjuran dokter. Dia mengimbau agar masyarakat tidak lagi mengonsumsi obat secara sembarangan.

Baca Juga

"Ingat, janganlah sekali-kali minum obat di luar anjuran dokter, karena itu bisa menjadi pemicu RA. Kita kan tidak tahu obat tersebut apa, sedangkan dokter tahu," kata Emma saat ditemui Republika di Mal Ciputra Jakarta, beberapa waktu lalu.

Penyakit RA disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh atau autoimun yang seharusnya melawan infeksi, tetapi justru menyerang sel normal pada persendian dan membuat sendi terasa nyeri, bengkak dan kaku. Secara umum, kata Emma, gejala RA yaitu selalu merasa lelah yang ekstrim, sakit di beberapa sendi (bahkan sampai ngilu, panas), bengkak kemerahan di persendian, kekakuan sendi di pagi hari, demam hingga jari-jari bengkok.

Emma menekankan pentingnya kesadaran masyarakat untuk mengenali gejala RA. Karena terkadang masyarakat sering mengambil jalan pintas dalam meredakan sakit sendinya. Misalnya dengan mengonsumsi obat warung atau lainnya. Padahal itu bisa berakibat fatal.

Perempuan di atas usia 40 tahun, kata Emma, memang memiliki risiko lebih besar terjangkit RA. Namun, tidak sedikit juga pria, gadis bahkan anak-anak yang terjangkit RA. Terbukti, Emma sudah terjangkit RA sejak masih berusia 6 tahun.

"Pada tahun 1970, ketika usia saya 6 tahun saya sakit sendi di lengan. Kemudian orang tua saya dulu membawa saya ke dokter spesialis anak. Mungkin ya, saat itu teknologi kedokteran belum bisa mendeteksi penyakit RA. Jadi dulu ya diagnosa saya encok saja," kata Emma.

Selama 50 tahun menjadi penderita RA, dia mengaku bahwa pengetahuan masyarakat tentang RA masih minim. Alhasil karena minimnya pengetahuan orang tuanya RA, lengan dan jari Emma bengkok. Meski memang masih bisa digunakan beraktivitas.

Secara ilmiah, kata Emma, penyebab atau pemicu RA memang belum diketahui secara pasti. Selain mengonsumsi obat sembarangan, RA juga bisa disebabkan faktor gen, pola hidup, sering mengonsumsi alkohol juga faktor stres. Untuk itu dia mengajak semua masyarakat untuk mengubah pola hidup menjadi lebih sehat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement