Sabtu 09 Mar 2019 16:24 WIB

Tidak Divaksin, Bocah Laki-Laki di AS Terkena Tetanus

Kasus ini yang pertama di Oregon dalam 30 tahun terakhir.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Ani Nursalikah
Vaksin (ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Vaksin (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, OREGON -- Seorang anak laki-laki berusia enam tahun di Oregon, Negara Bagian AS didiagnosa terkena tetanus. Menurut data yang diterbitkan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) setempat pada Kamis (7/3), kasus ini menjadi kasus infeksi pertama yang terjadi di Oregon dalam lebih dari 30 tahun belakangan ini.

Penyakit itu bermula ketika bocah tersebut terjatuh dan dahinya terluka hingga sobek saat bermain. Orang tuanya lantas membersihkan dan mengobati lukanya di rumah. Selama beberapa hari, semuanya tampak baik-baik saja.

Tetapi enam hari setelah terjatuh, bocah itu mulai menangis, mengepalkan rahangnya dan mengalami kejang otot. Gejalanya semakin memburuk, dan ketika ia mulai kesulitan bernapas dia dibawa ke rumah sakit. Pada saat itulah bocah tersebut didiagnosis tetanus dan ternyata bocah itu belum melakukan vaksin tetanus atau vaksin lain yang direkomendasikan.

“Tetanus adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani, tetapi itu dapat dicegah berkat vaksin tetanus,” demikian keterangan CDC seperti dilansir Live Science, Sabtu (9/3).

Tetanus, penyakit serius dan mahal

Ketika bocah itu tiba di rumah sakit, otot rahangnya mulai berdenyut, dan meskipun dia ingin minum air, dia tidak bisa membuka mulut untuk minum. Dia juga mengalami kondisi yang disebut opisthotonus atau leher dan punggung bengkok yang semakin memburuk.

Berdasarkan keterangan CDC, bocah itu dirawat di unit perawatan intensif (ICU), di mana ia diberi vaksin tetanus serta obat yang mengandung antibodi untuk melawan bakteri. Antibodi ini diambil dari orang yang telah divaksinasi tetanus.

Bocah itu perlu dirawat di ruangan yang gelap dengan penyumbat telinga karena stimulasi membuat kejang ototnya semakin parah. Dia juga ditempatkan pada ventilator untuk membantunya bernafas dan diberi obat untuk tekanan darah dan kejang otot.

Bocah itu tetap di ICU selama 47 hari, diiringi dengan perawatan dan rehabilitasi menengah selama beberapa pekan. Akhirnya, dengan tagihan medis lebih dari 800 ribu dolar AS, bocah itu dapat kembali ke kehidupan normalnya. Dia kini bisa berlari dan bersepeda.

Bakteri tetanus di mana-mana

William Schaffner, seorang spesialis penyakit menular di Universitas Vanderbilt yang tidak terlibat dengan kasus ini, mengatakan infeksi bocah itu adalah peristiwa tragis yang[sepenuhnya dapat dicegah. Tapi dia menyayangkan keputusan orang tua yang tetap enggan memberikan vaksin tetanus dosis kedua pada bocah tersebut.

“Dan keputusan orang tua tidak memberinya vaksin tetanus dosis kedua sama dengan 'tragedi kedua'," kata Schaffner kepada Live Science.

Dia menyatakan, bakteri yang menyebabkan tetanus ada di mana-mana. Meskipun sering dikaitkan dengan benda berkarat, bakteri ini tidak benar-benar berhubungan dengan karat. Orang dapat terinfeksi oleh segala jenis luka yang dalam, lingkungan yang jorok, dan lain sebagainya.

Menurut dia, salah satu cara melindungi diri sendiri adalah mendapatkan vaksinasi. CDC merekomendasikan beberapa dosis vaksin tetanus untuk anak-anak, satu dosis masing-masing untuk dua, empat, dan enam bulan per 15 sampai 18 bulan dan satu dosis untuk anak berusia satu hingga empat tahun. Sedangkan bagi pra-remaja disarankan menerima versi lain dari vaksin tetanus dan orang-orang harus menerima suntikan tetanus setiap 10 tahun sekali.

“Tapi jika Anda memperbarui suntikan tetanus, namun sering mengalami luka penetrasi yang intens, Anda harus mencari perawatan medis untuk membersihkan dan menjahitnya,” kata Schaffner.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement