REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru besar pangan dan gizi dari IPB Ali Khomsan mengungkapkan tren sarapan di Indonesia sangat memprihatinkan. Ali memaparkan, berdasarkan data Riskesdas 2010, sebanyak 26,1 persen anak Indonesia hanya mengonsumsi minuman seperti air, susu, atau teh di pagi hari.
"Potret sarapan anak-anak memprihatinkan, padahal sarapan adalah amunisi bagi anak untuk menyerap informasi," ujar Ali dalam acara Koko Krunch, Selasa (22/1).
Menurut Ali, sarapan yang bergizi berdampak positif terhadap produktivitas anak. Ketika sarapan, tubuh akan mendapatkan pasokan glukosa dan zat besi yang merupakan makanan terpenting bagi otak.
Ali menjelaskan, anak yang tidak sarapan akan cenderung memiliki kondisi emosional yang tinggi. Mereka biasanya sering mengalami permasalahan perilaku di sekolah.
Anak yang tidak sarapan cenderung menyalahkan orang lain walaupun itu merupakan kesalahan yang mereka perbuat sendiri. Sebaliknya, anak yang sarapan memiliki prestasi yang baik dari segi akademik.
Meskipun mengonsumsi makanan, menurut Ali, itu pun hanya 10,6 persen dari sarapan anak yang mencukupi asupan energi lebih dari 30 persen. "Ada seperempat anak Indonesia yang sarapannya karbohidrat saja. Masih banyak yang sarapan dengan nasi, garam, dan kerupuk," kata Ali.
Padahal, selain glukosa dan zat besi, anak juga membutuhkan zat gizi lainnya yang baik untuk pertumbuhan otak seperti magnesium, zinc, omega 3 serta vitamin B, C, D dan E. Otak mengalami pertumbuhan yang cepat pada di usia dua tahun pertama. Jika pada masa ini anak kekurangan gizi, saat besar nanti bisa jadi prestasinya akan buruk.
Menurut Ali, sarapan yang tepat tidak hanya berasal dari satu atau dua jenis makanan, melainkan harus beragam. Makanan yang paling baik untuk sarapan adalah yang berasal dari whole grain atau biji-bijian olahan karena kaya akan serat, vitamin, mineral dan juga antioksidan.