REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama lebih dari 3.500 tahun, akupunktur telah memberikan bantuan kepada orang-orang di seluruh dunia. Awalnya dikembangkan dan dipraktikkan di China, dan sekarang pengobatan ini dilakukan di banyak negara.
Terapi yang menenangkan ini biasa dilakukan pada orang yang berusaha mengurangi gejala yang disebabkan oleh penyakit yang berkisar dari radang sendi hingga migrain hingga efek samping kemoterapi. Bahkan, pengobatanan ini diduga efektif membantu orang untuk berhenti merokok.
Akupunktur mengacu pada keyakinan energi yang disebut Qi bersirkulasi melalui tubuh dari atas kepala ke telapak kaki. Ketika seseorang mengalami kesehatan yang baik, energi ini mengalir tanpa terhalang di sepanjang jalur di tubuh yang disebut meridian.
Bagaimana cara kerja akupunktur untuk memberikan bantuan untuk begitu banyak kondisi yang menyakitkan? Menurut dokter untuk Kesehatan Keluarga Daniel Neides, MD, kebanyakan titik akupunktur berada di dekat saraf. Ketika dirangsang, titik itu mengirim pesan sepanjang saraf ke otak dan sumsum tulang belakang.
Cara itu, menurut dokter yang berpraktik di Ohio, Amerika Serikat, menyebabkan pelepasan serotonin, dopamin, dan endorfin, bahan kimia yang dihasilkan oleh tubuh yang mengubah atau menghilangkan pesan rasa sakit yang dikirimkan ke otak. Pelepasan zat kimia pengatur perasaan “merasa-baik-baik” ini membuat orang merasa lebih baik secara fisik dan emosional. Ketika pandangan emosional seseorang meningkat, kualitas hidup mereka juga meningkat.
Menurut Neides, studi klinis menunjukkan akupunktur memperkuat sistem saraf dan endokrin tubuh, serta memiliki efek anti-inflamasi yang dapat membalikkan penyakit. Akupunktur menurunkan peradangan yang terkait dengan berbagai penyakit dan meredakan kejang dan ketegangan otot.
"Saya telah merujuk pasien dengan gangguan emosional seperti depresi, kecemasan, stres dan insomnia untuk akupunktur dan telah melihat kesuksesan besar," ujar Neides, dikutip dari health.clevelandclinic, Rabu (21/11).
Neides menjelaskan, banyak rekan onkologinya akan merujuk pasien untuk akupunktur. Hal ini agar bisa membantu mengurangi reaksi buruk terhadap kemoterapi, seperti kelelahan, nyeri umum, mulut kering, neuropati perifer, mual dan muntah.
"Saya pikir penting untuk mengingatkan diri kita bahwa akupunktur tidak dimaksudkan untuk menggantikan praktik pengobatan Barat. Praktik saya adalah jembatan antara praktik terbaik Barat dan Timur. Akupunktur dan obat tradisional saling melengkapi satu sama lain," ujar Neides.