REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian terbaru yang dipublikasikan di The Journal of the American Medical Association (JAMA) mengungkapkan menunggu 18 bulan untuk kehamilan berikutnya bisa mengurangi risiko kesehatan bagi ibu dan bayi.
"Penelitian kami menemukan meningkatnya risiko bagi ibu dan bayinya saat kehamilan berdekatan jaraknya, termasuk perempuan yang usianya lebih dari 35 tahun. Temuan bagi perempuan yang lebih tua itu sangat penting karena mereka memiliki kehamilan dengan rentang waktu berdekatan dan sering melakukannya dengan sengaja," ujar penulis utama Laura Schummers dalam pernyataannya, menurut laporan Ifl Sience, yang dilansir, Selasa (30/10).
Di segala kategori, hamil kurang dari 18 bulan setelah melahirkan menimbulkan risiko bagi perempuan di segala usia. Pada ibu yang berusia 35 tahun atau lebih berisiko terhadap kesehatannya. Sedangkan bagi perempuan di segala usia berisiko terhadap bayi.
Untuk mengevaluasi bagaimana jarak kehamilan dapat dipengaruhi oleh usia perempuan, para penliti menganalisis hampir 150 ribu catatan kesehatan di Kanada mengenai para ibu dan bayi, termasuk catatan kelahiran, kode tagihan, data rawat inap, informasi infertilitas, dan catatan sensus. Peneliti ingin menemukan hubungan antara kematian ibu dan kesakitan parah, komplikasi kehamilan, persalinan, dan persalinan yang langka tetapi mengancam jiwa.
Mereka menemukan interval kurang dari 18 bulan dikaitkan dengan risiko tinggi dari hasil kehamilan yang buruk. Ibu berusia 35 tahun atau lebih yang hamil enam bulan setelah melahirkan memiliki risiko 12 persen risiko (12 kasus per 1.000 kehamilan) dari kematian ibu dan kesakitan berat. Selain itu, ada kemungkinan melahiran secara prematur sebanyak enam persen.
Menunggu 18 bulan mengurangi risiko itu menjadi hanya 0,5 persen dan hampir setengahnya, untuk masing-masing. Perempuan berusia 20 hingga 34 tahun yang hamil enam bulan setelah melahirkan berisiko mengalami kelahiran prematur sebanyak 8,5 persen. Mereka yang menunggu hingga 18 bulan menurukan risiko tersebut sebanyak hampir lima persen.
Para penulis mengatakan kerja mereka menegaskan ada risiko keseahatan berbeda untuk kelompok usia berbeda. Temuan ini membantu dan mendorong para ibu yang berusia lebih tua merencanakan keluarga mereka. Namun, risiko tinggi untuk perempuan yang lebih muda juga mencerminkan kurangnya informasi saat merencanakan keluarga berencana.
"Jarak kehamilan yang pendek mungkin mencerminkan kehamilan yang tidak direncanakan, terutama di kalangan perempuan muda. Apakah risiko yang meningkat karena tubuh belum pulih setelah melahirkan atau faktor yang terkait dengan kehamilan yang tidak direncanakan, seperti perawatan sebelum lahir yang tidak memadai," ujar profesor epidemiologi di Harvard TH Chan School of Public Health, Sonia Hernandez-Diaz.