Selasa 09 Oct 2018 22:19 WIB

Obat Autisme Ditemukan, Benarkah?

Peneliti menemukan hubungan antara serotonin dan autisme

Rep: Nora Azizah / Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Seorang anak penderita autisme merangkai manik-manik untuk di jadikan gelang pada kampanye kegiatan Hari Peduli Autis Internasional di Anjungan Losari, Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (2/4).
Foto: Antara/Dewi Fajriani
Seorang anak penderita autisme merangkai manik-manik untuk di jadikan gelang pada kampanye kegiatan Hari Peduli Autis Internasional di Anjungan Losari, Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (2/4).

REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID. JAKARTA -- Setelah beberapa dekade melakukan penelitian, para ilmuwan asal Atlantic University di Florida, Amerika Serikat, telah menemukan jalur baru di otak yang terkait dengan gejala perilaku autisme. 

Para peneliti juga menemukan obat untuk menghilangkannya. 'Obat baru' itu diklaim bisa mengecilkan enzim yang membuat perilaku sosial pada penderita autisme.

Dilansir melalui Dailymail, ada beberapa spektrum tertentu yang membuat orang-orang mempunyai perilaku berbeda. Namun di sisi lain, para peneliti mencatat bahwa autisme juga sering datang dengan masalah fisiologis, terutama pada organ usus. Saat ini tidak ada perawatan untuk autisme pada orang dewasa tetapi tim peneliti menemukan obat untuk hal itu.

Berdasarkan data, sekitar 1,5 juta orang di AS memiliki gangguan spektrum autisme (ASD). Spektrum tersebut cukup luas dengan gejala yang berbeda antara pria dan wanita, serta anak-anak dan orang dewasa. Penyebab autisme tidak sepenuhnya diketahui tetapi para ahli menduga terdapat sebagian genetik yang disebabkan faktor lingkungan. 

Saat ini, satu-satunya pengobatan yang dilakukan berupa terapi perilaku. Dalam beberapa kasus obat antipsikotik atau antidepresan juga sesekali digunakan untuk mengobati gejala autisme. Namun sebagian besar ditujukan pada anak-anak penderita ASD, bukan orang dewasa. 

Penelitian yang dilakukan selama puluhan tahun tentang hubungan antara serotonin dan autisme bisa menjadi peluang jawaban. Para peneliti menemukan bahwa 25 tahun yang lalu ada mutasi genetik yang membuat regulasi serotonin dan neurotransmitter pada orang dengan ASD. Serotonin memainkan peran penting dalam fungsi sosial sehingga tim peneliti mencurigai ada kaitannya dengan autisme. 

Para ilmuwan kemudian menemukan bahwa enzim tertentu memiliki efek dramatis pada reabsorpsi serotonin. Untuk menggunakan analogi Spinal harus diubah hingga 11 dan mengambil lebih banyak serotonin daripada yang seharusnya. "Kami mencoba mencari obat yang bisa memperlambat enzim itu, dan kami menemukannya," ujar Dr Randy Blakely selaku Pemimpin Penelitian.

Obat tersebut benar-benar ditemukan dengan mengembangkan senyawa baru bernama MW150. Peneliti memutuskan untuk menguji MW150 pada tikus dengan rekayasa genetika untuk memiliki mutasi dan perilaku genetik yang mirip dengan manusia autis. Obat tersebut ternyata berhasil, seperti kekuatan obat antidepresan.

Dalam satu minggu telah terjadi perubahan perilaku sosial, dan terlihat sejumlah fitur lain dari otak. "Ini membuka lembaran baru bagi obat-obatan yang bisa digunakan bagi manusia," jelas Blakely. MW150 memang masih bertahap dikembangkan. Obat juga tidak disarankan diberikan pada orang-orang dengan gejala autisme ringan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement