REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Amerika Serikat telah mendeklarasikan eradikasi campak pada 2000 lalu. Akan tetapi, secara tiba-tiba terjadi wabah campak di Brooklyn New York yang mengenai beberapa komunitas Yahudi pada 2013.
Kala itu, wabah ini membuat kota New York harus mengeluarkan dana yang sangat besar, hampir 395 ribu dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 5,6 miliar. Kota New York juga mengerahkan lebih dari 10 ribu personel cepat tanggap demi mengatasi wabah tersebut agar tidak bertambah buruk.
Meski tidak ada kasus kematian, satu anak kecil yang tertular campak harus dirawat di rumah sakit karena mengalami komplikasi pneumonia. Ada pula ibu hamil yang mengalami keguguran karena terkena campak.
Sebuah laporan terperinci menunjukkan wabah campak pada 2013 lalu di New York ini dipicu oleh satu orang remaja yang tidak divaksin. Remaja ini terinfeksi campak saat berlibur di London dan membawa penyakit menular tersebut ketika kembali pulang ke New York.
Baca juga, Kemenkes Targetkan 31,9 Juta Anak Dapat Imunisasi MR Gratis
"Campak merupakan salah satu infeksi paling menular yang kita punya," ungkap peneliti sekaligus asisten komisioner dari New York City Department of Health and Mental Hygiene Dr Jane Zucker seperti dilansir WebMD, Rabu (1/8)..
Laporan terperinci ini juga menunjukkan bahwa kejadian campak hanya menyebar pada kelompok masyarakat yang menolak vaksin karena alasan keagamaan, dalam hal ini komunitas Yahudi. Warga lain yang mendapatkan vaksin terlindungi karena cakupan vaksin MMR kala itu mencapai hampir 97 persen. Kejadian ini menunjukkan bahwa program vaksin memiliki efektivitas yang kuat dalam melindungi warga dari terinfeksi penyakit menular.
"Bahkan di dalam kota terluas di dunia, di populasi yang padat di Brooklyn, individu-individu yang telah divaksinasi tidak tertular," jelas Asisten profesor dari Yale School of Public Health Jason Schwartz.
Dari 3.351 warga yang berkontak dengan campak saat itu, sebanyak dua per tiganya terlindungi dan tidak jatuh sakit karena sudah mendapatkan vaksin campak penuh. Sebanyak 11 persen lainnya diketahui pernah menerima vaksin campak namun tidak lengkap.
Tim peneliti mengungkapkan ada 58 kasus campak yang terkonfirmasi pada saat itu. Sebanyak 45 di antaranya merupakan anak-anak dan orang dewasa yang tidak pernah mendapatkan vaksin campak. Sedangkan 12 kasus lainnya mengenai bayi yang juga belum menerima vaksin karena masih terlalu muda.
"Ini merupakan wabah yang sepenuhnya disebabkan oleh keputusan individu untuk menolak vaksinasi, dan pilihan itu memiliki konsekuensi," ungkap Schwartz.