REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Semua orang bisa berperan dalam mencegah aksi bunuh diri. Psikiater di RS Jiwa Dr H Marzoeki Mahdi Bogor, dr Lahargo Kembaren, SpKJ, menginformasikan sederet penanganan saat melihat tanda, gejala, dan faktor risiko perilaku bunuh diri di sekitarnya.
"Pertama, lakukan komunikasi dan pendampingan yang intensif untuk memastikan apa yang dikhawatirkan tidak benar," kata pria yang menamatkan studi Spesialis Kedokteran Jiwa di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.
Langkah kedua, katakan bahwa orang tersebut tidak sendirian karena ada banyak pihak yang mau dan bersedia membantu. Selanjutnya, segera berikan respons krisis sesuai dengan tingkatan level risiko bunuh diri, yang berkisar dari rendah, sedang, tinggi, hingga berat.
Untuk mengetahui tingkatan tersebut, tawarkan bantuan untuk konsultasi ke profesional kesehatan jiwa yang akan memeriksa dan memberikan penatalaksanaan yang sesuai. Tentunya, langkah ini perlu dilakukan dengan halus supaya tidak menyinggung orang tersebut.
Selanjutnya, berusahalah untuk proaktif menawarkan bantuan ketika muncul ide-ide bunuh diri lagi dengan meninggalkan nomor telepon. Cara lain adalah mengecek kediaman orang itu dan memindahkan benda-benda berbahaya yang bisa menjadi alat untuk melakukan bunuh diri.
Setelah dibawa ke profesional kesehatan jiwa, orang yang akan atau sudah melakukan percobaan bunuh diri akan mendapatkan terapi. Jenisnya bisa berupa medikasi atau pemberian obat antipsikotik, antidepresan, anticemas, dan mood stabilizer.
"Jenis kedua adalah psikoterapi atau terapi bicara untuk menguatkan kondisi mental dan mengubah persepsi orang yang melakukan bunuh diri seperti terapi pikiran dan perilaku atau cognitive behaviour therapy (CBT)," kata Lahargo.