Rabu 23 May 2018 21:52 WIB

Menyambangi Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon

Masjid yang didirikan oleh Wali Songo lima abad lalu itu punya banyak keunikan.

Muslim traveller Mira Achiruddin di depan gerbang Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon.
Foto: Dok Mira Achiruddin
Muslim traveller Mira Achiruddin di depan gerbang Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon.

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Masjid Agung Sang Cipta Rasa merupakan masjid yang  sarat dengan peninggalan  sejarah dan juga masjid tertua di kota Cirebon -- kota yang terkenal dengan sebutan kota santri.

Masjid tersebut di dirikan oleh sembilan wali atau Wali Songo pada tahun 1480 M. “Walaupun masjid ini telah mencapai usia kurang lebih  538 tahun, arsitek bangunan masih tampak kokoh  dengan didominasi pondasi bangunan terbuat dari kayu jati dengan ukuran cukup besar terutama pada tiang-tiang bangunan masjid,” kata Muslim traveller, Mira Achiruddin kepada Republika.co.id, Rabu (23/5).

Mira yang juga seorang penyair sufi mempunyai kegemaran mengunjungi masjid-masjid tua dan bersejarah di berbagai kota di Indonesia maupun mancanegara. Ia baru saja menyambangi Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon, pertengahan Mei 2018.

Menurut cerita sejarah, kata Mira,  artsitek Masjid Agung Sang Cipta Rasa adalah Sunan Kalijaga. Tampak luar arsitek bangunan didominasi berwarna merah bata.

Tak terlihat seperti bangunan masjid pada umumnya, atap masjid tidak memiliki kubah dan menara. Atap masjid tersebut berbentuk atap berupa limas tanpa hiasan bulan sabit atau bintang.

“Jika kita masuk ke dalam masjid, akan menjumpai dua ruangan, yakni  ruangan beranda dan ruangan utama,” ujarnya.

 

Ruangan beranda dibuat beratap rendah.  Sementara untuk menuju ruangan utama terdapat sembilan buah pintu yang melambangkan sembilan wali atau Wali Songo.

 

Pintu-pintu tersebut dibuat dalam ukuran cukup kecil.  “Jika kita ingin masuk ke dalam masjid harus membungkuk yang mengandung filosofi  bahwa kita harus memberi penghormatan kepada orang yang lebih tua atau dengan kata lain kita harus sopan jika ingin masuk ke masjid yang merupakan tempat ibadah suci bagi umat Islam,” paparnya.

photo
Suasana di dalam Masjid Agung Cipta Rasa Cirebon.

Mengenal Allah

Mira menyebutkan, nama Masjid Agung Cipta Rasa  diambil dari kata yang mengandung makna Yang Maha;   sedangkan cipta bermakna membangun.   Rasa merupakan roso.

“Filosofi  arti nama Masjid Agung Sang Cipta rasa adalah masjid ini dibangun untuk mengenal Allah  yang Mahaagung yang menciptakan rasa kepada manusia. Di mana pada masa itu para Wali Songo atau wali sembilan sangat giat menyebarkan agama Islam di wilayah Jawa Barat, khususnya kota Cirebon,” tuturnya.

Ia menyebutkan, Masjid Agung Sang Cipta Rasa  menggabungkan karya arsitek seni yang cukup  tinggi. “Yaitu, perpaduan gaya arsitek Demak, Majapahit dan Cirebon,” paparnya.

Mira menambahkan, Masjid Agung Cipta Rasa cukup banyak memiliki keunikan.

Selain memiliki sembilan pintu kecil, masjid ini memiliki tujuh muazin. “Mereka  mengumandangkan azan bersamaan pada saat salat Jumat.  Mereka menggunakan jubah berwarna putih,” ungkapnya.

Mira menyebutkan, keunikan lain dari masjid ini adalah memiliki dua buah sumur. Yang satu berbentuk bundar dan yang lain berbentuk segi empat.

“Air sumur ini selain digunakan untuk ber wudu juga dipercaya oleh masyarakat Cirebon mau punpengunjung dari luar kota cirebon  airnya memiliki khasiat untuk mengobati berbagai macam penyakit , baik  diminum secara  langsung ataupun hanya dipakai untuk mandi,” tuturnya.

Mira juga menjelaskan, keunikan lain dari Masjid Agung Sang Cipta Rasa ini adalah pada salah satu tiang yang terletak di teras masjid. Tiang itu  berupa sambungan  potongan -potongan kayu  dan diikat menjadi satu tiang yang lebih dikenal dengan saka tatal.

Saka tatal ini memiliki filisofi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia harus dijunjung tinggi.

 

Tiang-tiang penyangga masjid dibuat tanpa menggunakan paku, dan  hanya menggunakan pasak saja.  “Jika kita masuk ke dalam ruangan utama masjid akan terlihat dua mihrab.  Yang satu mihrab terbuat dari kayu  jati  antik dengan tiga undakan. Hal ini melambangkan tiga pokok ajaran agama yaitu Islam, iman dan ihsan,” ujarnya.

Sementara mihrab untuk mimbar imam pemimpin shalat terbuat dari batu putih  dengan ukiran berbentuk bunga teratai. Ini  mengandung filosofi  di mana bunga teratai memiliki sifat unik walaupun  hidup di lingkungan kotor tetapi teratai tetap berbunga cantik, indah dan sedap dipandang mata.

 

“Begitulah, kita sebagai manusia harus tumbuh menjadi pribadi yang baik walaupun tinggal di lingkungan kurang baik seperti bunga teratai,” ujarnya.

 

Mira menyebutkan, Masjid Agung Sang Cipta Rasa dijadikan tempat berkumpulnya para wali dalam rangka menyebarkan agama Islam pada masa itu.

 

Suasana Masjid Agung Cipta Rasa dibuat  oleh para wali dengan suasana rumah yang nyaman. Sehingga, turis betah berlama-lama duduk sambil berdiskusi tentang ajaran agama Islam.

“Selain nyaman, Masjid Agung Sang Cipta Rasa ini dibuat penuh dengan filosofidi setiap detail bangunan masjid,”  tuturnya.

 

Ia juga mengemukakan, Masjid Agung Sang Cipta Rasa menjadi destinasi wisata religi yang cukup terkenal. Baik di wilayah Cirebon maupun masyarakat Indonesia yang ingin bertapak tilas atau ingin mengetahui sejarah perkembangan Islam pada masa itu.

“Kunjungan ke Masjid Agung Sang Cipta Rasa bisa mengingatkan kita mengenai perjuangan para Wali Songo atau wali sembilan yang sangat terkenal di masyarakat Indonesia , dalam menyebarkan ilmu agama Islam pada masa itu khususnya kota  Cirebon yang terkenal dengan julukan kota santri dan kota udang,” papar Mira Achirudin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement