Jumat 13 Apr 2018 15:30 WIB

Desa Teluk Bogam, Dulu Pemburu Kini Jadi Pelindung Duyung

ejak 1999 lalu, duyung telah dilindungi oleh negara melalui Peraturan Pemerintah.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Winda Destiana Putri
Dugong.
Foto: telegraph.co.uk
Dugong.

REPUBLIKA.CO.ID, Duyung atau Duyung dugong merupakan mamalia pemakan lamun yang termasuk ke dalam salah satu satwa rentan punah. Sejak 1999 lalu, duyung telah dilindungi oleh negara melalui Peraturan Pemerintah no 7 Tahun 1999.

Meski sudah dilindungi sejak lama, praktik perburuan duyung masih berlangsung di Desa Teluk Bogam hingga 2016 lalu. Duyung yang berhasil ditangkap biasanya akan dikonsumsi oleh warga setempat, bahkan warga dari desa tetangga. Tulang duyung pun dimanfaatkan menjadi barang fungsional seperti pipa rokok.

"Dulu kami belum paham," cerita Kepala Desa Teluk Bogam Syahrian saat ditemui di rumahnya belum lama ini.

Sebuah kejadian di akhir 2016 akhirnya membuka mata para warga Desa Teluk Bogam mengenai status duyung sebagai satwa yang dilindungi. Kala itu, lanjut Syahrian, beberapa warga yang melaut berhasil mendapatkan tiga ekor dugong hanya dalam waktu sembilan malam.

Tak lama setelah itu, beberapa pihak seperti Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah hingga kepolisian mendatangi Desa Teluk Bogam. Dalam pertemuan tersebut, Kepala Desa Teluk Bogam ini mendapatkan edukasi mengenai perlindungan terhadap duyung.

"Saya sosialisasi ke warga bahwa dugong (duyung) ini dilindungi, jangan lagi ke depan ditangkap," terang Syahrian.

Semenjak sosialisasi tersebut diberikan kepada warga, praktik penangkapan duyung dengan sengaja sudah berhenti. Para warga tak berani untuk menangkap dugong karena takut dengan sanksi yang cukup berat.

Hanya saja, Syahrian mengakui jika warga Desa Teluk Bogam yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan terkadang menjaring duyung secara tak sengaja. Duyung tersebut biasanya masuk ke dalam jala yang ditebar nelayan dan tak bisa keluar sehingga kehabisan napas.

"Kebanyakan (duyung yang terjaring tidak sengaja) ditemukan dalam keadaan mati, soalnya jaring nelayan itu setelah dilempar dibiarkan, besoknya baru diangkat," jelas Syahrian.

Syahrian mengatakan duyung mati yang tak sengaja tertangkap jala ini biasanya tetap dikonsumsi oleh warga. Menyadari bahwa hal ini tidak benar, Syahrian sedang berupaya untuk mewujudkan beberapa rencana baru demi mendukung pelestarian duyung. Beberapa di antaranya adalah menyediakan papan informasi terkait duyung dan lamun serta melakukan pendataan dan pelaporan terkait kemunculan duyung.

"Lalu, koordinasi dengan pihak yang berwenang dalam setiap kejadian duyung yang terdampar atau terjerat jaring tidak sengaja," jelas Syahrian.

Ditemui dalam kesempatan berbeda, salah satu nelayan dari Desa Teluk Bogam, Solihin, menyatakan hal senada dengan Syahrian. Solihin mengaku jika daging duyung memang memiliki cita rasa yang lezat sehingga dulu cukup banyak warga yang berburu duyung. Namun saat ini Solihin sama sekali tak mau berburu duyung ataupun menyantap daging duyung karena ia sudah memahami bahwa mamalia tersebut termasuk satwa yang dilindungi.

Pria yang sudah melaut sejak remaja ini mengatakan kerap mencari ikan dan kerang di sekitar perairan Gosong Beras Basah yang tak jauh dari Desa Teluk Bogam. Di area ini, aktivitas duyung tercatat cukup tinggi.

Sebagai bentuk dukungan atas pelestarian duyung, Solihin mengaku tak keberatan jika nantinya wilayah perairan di sekitar Gosong Beras Basah menjadi area konservasi duyung. Ia mengaku bersedia untuk mencari ikan dan kerang di area lain selain di sekitar perairan Gosong Beras Basah demi pelestarian duyung.

"Kami bisa (bergeser) agak ke tengah (untuk cari ikan)," ungkap Syahrian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement