Senin 25 Dec 2017 07:13 WIB
Evaluasi 2017

Masih Yakin Bisa Menjadi Kiblat Busana Muslim Dunia?

Busana yang sopan atau modest fashion kini tak hanya menjadi busana Muslimah, melainkan juga merambah ke banyak kalangan.
Foto: EPA
Busana yang sopan atau modest fashion kini tak hanya menjadi busana Muslimah, melainkan juga merambah ke banyak kalangan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keinginan itu belum pudar. Untuk menjadi kiblat busana Muslim dunia di tahun 2020.

Tahun depan, yang tinggal hitungan hari, menjadikan rencana itu harus segera digapai di tahun 2020. Sudah ada beragam upaya yang digalakkan pemangku kepentingan untuk mencapainya. Tak sedikit yang gagal atau sebatas wacana saja. Ada pula langkah maju yang menimbulkan keyakinan kalau Indonesia bisa mencapainya.

Pasar untuk kebutuhan gaya hidup Muslim memang menarik. Dalam laporan yang dibuat Reuters bekerjasama dengan DinarStandard, "State of the Global Islamic Economy Report", konsumen Muslim menghabiskan kurang lebih 243 miliar dolar AS untuk pakaian di tahun 2015. Khusus untuk busana Muslim saja angkanya tahun itu mencapai 44 miliar dolar, atau 18 persen dari keseluruhan.

Dikutip dari Forbes, angka belanja Muslim untuk pakaian diprediksi akan mencapai 268 miliar dolar AS di tahun 2021. Atau meningkat 51 persen dari tahun 2015.

Tentu saja Indonesia, dengan populasi Muslim terbesar dunia, tergoda untuk menjadi pemain di pasar busana Muslim. Bagaimana tidak, merek besar di dunia mode tak ragu untuk terjun di pasar busana Muslim.

Maret lalu, Nike mengumumkan rencananya mengeluarkan hijab untuk wanita yang gemar berolahraga. Sedang di bulan Ramadhan, merek seperti DKNY, Tommy Hilfiger, Oscar de la Renta, Monique Lhuillier, Zara dan Mango merilis edisi khusus untuk Hari Raya Idul Fitri.

Sementara retailer besar Jepang Uniqlo konsisten menggandeng Hana Tajima untuk merilis koleksi hijabnya. Sementera H&M menampilkan model Muslim untuk iklan videonya.

Mimpi Indonesia untuk menjadi kiblat busana Muslim dunia bukan angan-angan semata. Setidaknya Kementerian Perdagangan mencatat ada kenaikan di angka ekspor produk busana Muslim Indonesia.

Menurut data Kementerian Perdagangan, pada periode 2011-2015 nilai ekspor produk busana Muslim menunjukkan kenaikan sebesar 8,15 persen. Pada 2015 volume ekspor busana Muslim mencapai 4,57 miliar dolar AS.

Penggagas Indonesia Hijabfest Sheena Krisnawati masih yakin Indonesia akan menjadi kiblat busana Muslim dunia pada 2020. Keyakinannya didasari kreativitas seluruh pihak yang semakin berkembang di industri hijab Indonesia.

"Baik pemakai hijab maupun para pewirausaha sudah sangat bersinergi. Setiap kali para desainer membuat rancangan busana kreatif langsung disambut hangat oleh masyarakat," ujar Sheena.

Menurut ia, peningkatan jumlah hijaber atau Muslimah yang berhijab di Indonesia juga mendukung perkembangan industri tersebut. Produk hijab, baik busana maupun aksesorisnya otomatis menarik banyak peminat, bahkan dari kalangan yang tidak berhijab.

Sheena mengatakan, jalan menuju realisasi target tersebut bukan tanpa tantangan. Ada persaingan ketat dengan retailer berskala besar kelas dunia seperti Bershka, Zara, atau Stradivarius yang juga mengeluarkan koleksi serupa busana Muslimah dengan harga terjangkau.

Solusi dari tantangan tersebut, ujar Sheena, ialah peningkatan kualitas. Ia berharap pula pemerintah bisa memfasilitasi kerja sama wirausahawan busana Muslim Indonesia dengan negara lain untuk saling mengisi. Ia memperkirakan, terdapat 10-20 negara yang bisa diajak bersinergi.

Desainer busana Muslim, Jenahara Nasution mengatakan rencana menjadi kiblat busana Muslim dunia tahun 2020 masih menjadi PR besar bagi Indonesia. Karena menurut Jenahara untuk menggapai tujuan itu bukanlah kerja satu orang, melainkan kerja seluruh warga Indonesia.

Bukan hanya kerja desainer, tapi juga kerja wartawan, pemerintah dan lainnya. "Kita harus sama-sama sesuaikan visi. Harus jadikan sebagai tujuan akhir kita. Kita sama-sama dukung dan market lokal antusias serta bangga pakai produk lokal," ujarnya.

Tahun 2020 ketika pasar lokal sudah besar dan sudah banyak desainer, tapi di sisi lain banyak fast fashion masuk ke Indonesia. Jenahara memandangnya berbahaya. Jenahara melihat Australia, yang saat ini sudah mulai memasukkan merek dari luar. Dulu Australia, katanya, hanya memiliki dua departement store dengan isi produk lokal. Masyarakatnya juga sangat bangga saat berbelanja produk lokal.

Menurutnya, untuk mencapai kiblat busana Muslim 2020 mendatang peran pemerintah juga penting. Semua harus berkesinambungan. "Kalau tidak berkesinambungan 2020 Indonesia tidak bisa jadi kiblat busana Muslim dunia. Cuma wacana saja," tambahnya.

PR pemerintah memang banyak. Mulai dari bantuan pembiayaan bagi produsen busana Muslim Indonesia hingga penetrasi internet di pelosok untuk mendorong niaga elektronik di produk mode Muslim Indonesia bisa turut terdongkrak. Pekerjaan rumah itu namun pelan-pelan mulai terwujud.

Di tahun anggaran 2018 Kementerian Koperasi dan UKM akan melaksanakan program fasilitasi pembiyaan untuk mendukung penciptaan 1.700 Wirausaha Pemula (WP). Mereka akan menerima modal maksimum sebesar Rp 13 juta bagi yang memenuhi persyaratan. Selain itu Lembaga Pengelola Dana Bergulir KUMKM (LPDB KUMKM) juga merencanakan akan mengalokasikan Rp 100 miliar, berupa pinjaman sebesar maksimal Rp 50 Juta dengan bunga rendah bagi Wirausaha Muda dan Start Up.

Bagi pengusaha busana Muslim yang sudah agak besar usahanya bisa mengakses program pemerintah bersama dengan perbankan berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) Ritel sebesar maksimal Rp 500 Juta dengan bunga 9 persen per tahun. Sementara untuk pemasaran, ada Gedung SMESCO RumahKu yang bisa dijadikan tempat bagi pemasaran produk busana Muslim.

Sementara Bekraf sudah berulang kali mendukung langkah desainer Muslim Indonesia mengikuti pekan mode di luar negeri. Harapannya semakin sering desainer busana Muslima Indonesia unjuk gigi, makin populer pula Indonesia sebagai kreator busana Muslim didengar dunia.

Kepala Badan Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf mengakui besarnya pasar busana Muslim. Namun, pesatnya perkembangan bukan berarti tidak ada tantangan yang dihadapi.

Triawan menjelaskan, para pelaku dan pemerintah perlu mempelajari pasar di luar negeri karena adanya perbedaan selera di setiap wilayah. "Pelajari market mereka dengan spesifik," katanya.

Di Inggris saja, kata dia, ada 3,5 juta wanita Muslim yang sangat baik untuk dijadikan pasar. Sementara masih banyak negara lain dengan Muslim di dalamnya yang belum tergarap maksimal sebagai pasar oleh pelaku busana Muslim Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement