REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Baru sepekan dibuka, setelah diresmikan pekan lalu Museum Gedung Sate kini menjadi objek wisata favorit wisatawan yang datang ke Kota Bandung. Hal itu, terlihat pada jumlah kunjungan keMuseum yang terletak di sayap timur basement Gedung Sate Kota Bandung ini. Dalam sepekan saja, jumlah pengunjungnya sudah mencapai 3.600 orang.
Antusiasme masyarakat untuk berkunjung ke museum ini pun telihat, pada jumlah kunjungan yang menembus angka 1.200 orang dalam satu hari. Menurut Tour Conductor Museum Gedung Sate, Hary Juliman, museum yang memiliki luas hanya 500 meter persegi ini mendapatkan sambutan yang luar biasa dari masyarakat. Komentar dari pengunjung juga tak terduga, karena museum ini dianggap memberikan nuansa yang berbeda.
"Mereka heran sekaligus takjub akan kebersihan, kenyamanan, kecanggihan teknologi yang memberikan informasi yang banyak walaupun dengan ruangan yang hanya seluas ini, ujar Hary ketika ditemui di Ruang Perpustakaan Museum Gedung Sate Kota Bandung, akhir pekan lalu.
Selama sepekan ini, kata Hary, ia memperoleh banyak pelajaran (edukasi) dan catatan berharga bagi para pengelola museum. Karena ternyata, anak-anak kecil sangat menyukai ruang audio visual, augmented reality, bahkan ada beberapa anak yang dengan terpaksa harus diseret orang tuanya keluar karena mereka merasa terlibat dengan visualisasi.
"Ini di luar dugaan dan prediksi, karena awalnya bahkan tidak didesain untuk ramah anak, katanya.
Museum ini, kata dia, berkonsep membahas soal arsitektur Gedung Sate (sebagai gedung terindah di dunia) dan sejarah yang menyertainya. Museum memiliki tiga segmen. Yakni, Segmen pertama, prolog; Segmen kedua, eksplorasi; Segmen ketiga, kontemplasi. Walaupun bertemakan sejarah, pengunjung akan merasakan sensasi teknologi digital yang interaktif saat menggali informasi dari museum ini. Teknologi seperti layar sentuh yang menyajikan informasi melalui grafis menarik menjadi daya tarik atraksi Museum Gedung Sate.
Pengunjung juga, kata dia, dapat mencoba kacamata virtual reality yang membuat pengunjung seolah-olah menaiki balon udara mengelilingi area sekitar Gedung Sate. Ada juga ruangan yang membuat pengunjung seolah-olah terlibat pada pengerjaan Gedung Sate, dengan teknologi augmented reality. Ada juga beberapa display yang mengupas desain pilar, kusen, tangga, hingga ke sudut-sudut eksterior dan interior Gedung Sate. Bahkan ada tembok yang sengaja dikelupas untuk mengetahui struktur dan dan material penyusunnya.
Pengunjung mencoba kaca mata virtual di Museum Gedung Sate di Bandung, Jawa Barat, Jumat (8/12).
"Kemarin ada tamu rombongan inspektorat, mereka takjub juga karena tidak ada bata, hanya batu dan pasir saja ya? Lalu mereka berkomentar, 'begini ya ternyata meski hanya batu dan pasir, kalau kerjanya benar, nggak dikorupsi, bertahan tuh sampai selama ini'," kata Hary.
Menurutnya, Museum Gedung Sate memberikan pengetahuan-pengetahuan baru yang membuka wawasan dan memberikan pelajaran sesuai dengan latar belakang bidang masing-masing. Museum ini memberikan keleluasaan bagi semua untuk penggalian informasi melalui audio visual, gambar-gambar, maket. Memberikan pemahaman sesuai dengan kebutuhan pengunjung yang sangat heterogen, pribadi maupun rombungan, dari usia TK hingga pensiunan, juga menimbulkan proximity (kedekatan) dengan Gedung Sate yang ujungnya diharapkan timbul rasa memiliki dan ingin memelihara.
Hary juga menemukan beberapa pengunjung yang hingga berkali-kali datang berkunjung. Namun, yang paling menyenangkan bagi pengelola, setiap sudut museum menjadi pojok selfie. Itu artinya, interior yang disajikan oleh Museum Gedung Sate sepenuhnya dapat diterima dan disukai oleh pengunjung. Tapi, yang tak terduga adalah diorama figur pimpinan dari Gubernur Ahmad Heryawan dan Wagub Deddy Mizwar justru menjadi spot favorit pengunjung untuk berfoto.
"Mungkin mereka yang di luar daerah diam-diam punya keinginan tinggi juga untuk berfoto dengan pemimpin daerah mereka tapi kesempatannya langka, saya nggak tau juga haha," katanya.
Hary mengakui ada beberapa evaluasi yang harus segera mungkin ditanggulangi, seperti ketika antrian membludak diperlukan fasilitas tunggu yang memadai dari mulai kursi, peneduh hingga toilet. Ini menjadi penting karena pihak pengelola ingin kenyamanan dan informasi mengenai Gedung Sate dapat dengan baik diterima pengunjung. Ini juga yang menjadi dasar pengaturan satu rombongan masuk hanya 35-50 orang dengan durasi berkisar 10-15 menit.
Hary menjelaskan, Museum Gedung Sate yang mendapatkan apresiasi dari semua pengunjung ini tetap memiliki sisi yang meminta pemakluman dari masyarakat, terutama terkait peralatan teknologi. Jika digunakan tanpa jeda, peralatan berteknologi digital ini akan memperpendek umurnya. Oleh karena itu, menurut Hary, masyarakat perlu tahu dan maklum jika ada pada sebulan sekali selain Senin dan hari libur nasional, Museum Gedung Sate tutup untuk kalibrasi dalam rangka maintenance/pemeliharaan).
"Peralatan-peralatan semacam augmented reality, virtual reality, interactive floor, itu secara berkala perlu kita setting ulang agar sensor tetap presisi dan tepat timing-nya," kata Hary.
Museum Gedung Sate buka sejak pukul 09.30 -16.00 WIB, setiap hari kecuali Senin dan hari libur nasional. Untuk jadwal kunjungan, reservasi, dan informasi hubungi Call Center Museum Gedung Sate (022) 4267753 (jam dan hari kerja).