Rabu 29 Nov 2017 14:08 WIB

Bondan Winarno Kian Dikenal karena 'Maknyus'

Bondan Winarno
Foto: Rakhmawaty La'lang/Republika
Bondan Winarno

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di sebuah restoran Thailand, suatu siang November 2006 lalu. Bondan Winarno tengah syuting pengambilan gambar progam televisi Wisata Kuliner. Diam-diam seorang wanita terus mengamati, memperhatikan Bondan mencicipi makanan sembari mengomentarinya. Usai pengambilan gambar, wanita itu menghampiri, "Pak Bondan, tiap hari makan enak, apa tidak takut kolesterol?''

Bondan lalu menjelaskan cara mengatasi kekhawatiran wanita itu. "Saya melakukan detoks dua minggu sekali,'' ucapnya. Selama dua minggu keliling restoran, bisa membuat berat badan Bondan naik dua kilogram. Begitu melakukan detoks selama dua hari, beratnya kembali normal pada angka 73 kg. Selain itu, ia juga cek darah setiap enam bulan sekali. ''Itu bagian dari profesi, ha ha ha,'' ujar dia tergelak.

Saat itu, wajah pria kelahiran Surabaya, 29 April 1950, ini sudah sangat akrab di mata pemirsa televisi Indonesia. Dalam sehari, ia harus berkunjung ke sembilan lokasi syuting. ''Kalau keinginan saya 12 tempat. Tapi pernah 15 tempat sehari,'' jelas dia. Acara Wisata Kuliner yang ia bawakan di sebuah stasiun televisi swasta itu selalu mengundang perhatian permirsa.

Sebelum membawakan acara di televisi, ia menulis wisata kuliner dengan nama rubrik Jalan Sutra di media yang ia pimpinnya kala itu, hingga akhirnya ia diajak oleh produsen kecap untuk memperkenalkan masakan Nusantara, dan kemudian oleh televisi swasta.

Bondan tak pernah belajar secara formal soal aneka masakan. Tapi, keluasan pengalaman memberinya kemampuan memperkenalkan beragam jenis makanan. Anak bungsunya, perempuan, mengikuti hobi Bondan, menyukai dan mengerti kuliner. ''Dia sangat paham. Itu yang saya bilang, dia pintar makan,'' ujar Bondan.

Bondan mengawali karier sebagai juru kamera Puspen Hankam pada awal 1970-an, dan kemudian menjadi wartawan. Ia juga menulis cerpen. Gazelle, cerpennya yang berlatar pengalamannya dalam tugas jurnalistik ke berbagai negara memenangi hadiah pertama lomba penulisan cerpen majalah Femina, 1984. Bondan juga pernah menulis laporan investigatif yang dituangkan dalam buku berjudul Bre X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi. Buku ini disebut sebagai salah satu laporan investigasi terbaik.

Ia pun penulis kolom andal. Lulus kursus Marketing and Financial Management di Jakarta, Bondan pernah secara tetap mengisi kolom yang membahas soal-soal manajemen. Pernah bekerja di perusahaan advertising dan menjadi pemimpin redaksi majalah SWA, ayah tiga anak dan kakek enam cucu ini memilih pensiun dini setelah terakhir menjabat pemimpin redaksi Suara Pembaruan.

Bondan mengaku memiliki alasan khusus terjun ke dunia kuliner usai pensiun.  "Kan saya sudah pensiun. Sebetulnya saya bercita-cita pensiun umur 50 (tahun). Sebelumnya kan saya kolumnis. Dan kolom saya itu hal-hal yang seriuslah, manajemen, segala macam. Saya juga sudah punya nama di situ. Tapi, saya pikir kan sudah banyak juga penulis manajemen. Lalu saya mencari sesuatu yang orang suka lakukan sehari-hari, yang sederhana. Ya, ini," kata dia saat diwawancarai Republika 2006 silam.

Namun Bondan tidak mau hanya asal terjun ke dunia kuliner. Ia berharap melalui wisata kuliner ini masyarakat bisa mendapatkan pencerahan dari makanan.  "Saya ingin orang mendapat pencerahan dari makanan. Di sini saya kan tidak cuma makan, enak-enak aja. Saya juga menjelaskan, mungkin ada ceritanya, ada sedikit budayanya, ada sedikit nilai-nilai kesehatannya," kata dia.  

"Pokoknya di mana ada kesempatan saya coba memberikan, tanpa menggurui, tapi saya harus mencerahkan. Karena kalau tidak mencerahkan, orang bosan. Ngapain, cuma makan doang, gitu. "

Lalau bagaimana perasaan Bondan menjadi sosok yang akrab di mata masyarakat melalui program televisi dan jargon 'maknyus'-nya?

"Menyenangkan. Rasanya sampai saat ini belum ada orang yang negatif terhadap saya. Tapi, terus terang, dari begitu banyak orang, hanya dua orang yang menyapa saya sambil mengatakan, 'Saya tahu pekerjaan Bapak ini berat sekali....'" cerita Bondan.  "Saya terharu waktu dia mengatakannya. Saya itu pekerja. Saya menganggap ini sebagai saya bekerja dan untuk itu saya harus memberi upaya saya yang tertinggi."

sumber : Pusat Data Republika/Burhanuddin Bella
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement