Rabu 22 Nov 2017 13:16 WIB

Ngayogjazz, Saat Festival Musik Besar Ada di Tengah Kampung

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Indira Rezkisari
Festival musik Ngayogjazz 2017 digelar di Dusun Kledokan, Desa Selomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta.
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Festival musik Ngayogjazz 2017 digelar di Dusun Kledokan, Desa Selomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Perhelatan festival musik jazz bernuansa pesta rakyat Ngayogjazz kembali digelar untuk kesebelas kalinya, Sabtu, 18 November 2017. Mengusung tema Wani Ngejazz Luhur Wekasane, Ngayogjazz dihelat di tengah Dusun Kledokan, Desa Selomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta.

Tema Wani Ngejazz Luhur Wekasane diambil dari pepatah Jawa Wani Ngalah Luhur Wekasane yang bermakna siapa berani menalah akan mendapat kemuliaan. Tema itu jadi kiasan siapa berani mengapresiasi jazz akan mendapat kemuliaan.

Karenanya, tema ini seakan jadi penyemangat penyelenggara, warga desa yang ditunjuk sebagai tuan rumah, musisi, maupun penonton. Pagelaran Ngayogjazz sekaligus wujud apresiasi lewat gelaran budaya yang penuh kesederhanaan.

Dusun Kledokan yang mayoritas penduduknya bermata pencarian sebagai petani ini letaknya tidak jauh dari monumen perjuangan Taruna Plataran. Itu merupakan saksi sejarah tempat pertempuran pada agresi militer kedua.

Cerita inilah yang menginspirasi Ngayogjazz dan mengangkatnya jadi sebuah tema artistik. Dalam kesehariannya, Dusun Kledokan aktif dalam kegiatan pelestarian budaya dan kesenian tradisional.

Irama ritmis gejojd lesung Tjipto Suoro dan tegapnya prajurit Bregodo Gotri Seloaji menjadikan Dusun Kledokan semakin memikat hati. Keriangan masyarakat pun sangat terasa tepat menginjkakkan kaki ke Dusun Kledokan.

Tidak tanggung-tanggung, lima panggung dibangun tersebar di berbagai sudut yang ada di Dusun Kledokan. Panggung Doorstoot, Pangungg Gerilya, Panggung Markas, Panggung Seribu dan Panggung Merdeka.

Secara umum, pagelaran Ngayohjazz dapat dinikmati gratis bagi siapa saja yang datang. Pengunjung hanya membayar biaya parkir kendaraan Rp 5.000 untuk motor dan Rp 10.000 untuk mobil.

Tampak petugas-petugas parkir merupakan masyarakat sekitar, sehingga pemasukan memang untuk Dusun Kledokan sendiri. Karenanya, sejak siang sampai malam, terlihat pengunjung tidak habis berdatangan ke lokasi.

Walau baru diisi persiapan-persiapan penampil, Ngayogjazz sudah mulai didatangi penonton sejak Sabtu (18/11) siang pukul 10.00. Penonton yang datang terbilang variatif karena berasal dari masyarakat lokal, sampai wisatawan luar daerah.

Sambil menunggu persiapan-persiapan penampil, pengunjung dapat menyusuri Dusun Kledokan yang sudah disulap menjadi kampung festival. Tidak habis-habis rasanya hiasan saat kaki demi kaki menyusuri setiap sudut dusun.

Sebagian besar masyarakat menyajikan makanan dan minuman di halaman-halaman rumah mereka. Dari makanan tradisional seperti makanan-makanan angkringan, sampai camilan-camilan seperti sosis bakar ada.

Selain di depan rumah masing-masing, banyak terlihat kampung-kampus jazz seperti kantin yang tersebar di beberapa halaman luas yang ada di dusun. Tidak heran jika pagelaran ini disebut mampu meningkatkan ekonomi masyarakat.

Untuk pengunjung, mereka tampak begitu menikmati makanan dan minuman yang dapat ditemui hampir di semua sudut kampung Ngayogjazz. Selain eksotis, harga makanan dan minuman dibanderol sangat terjangkau, apalagi untuk ukuran festvial jazz.

Tidak sampai Rp 10.000, pengunjung sudah bisa menikmati makanan dan minuman yang ada. Pengunjung pun tampak tidak ragu memesan makanan dan minuman yang ada, mengingat harganya yang luar biasa terjangkau.

Bahkan, beberapa panggung yang ada di sekitaran rumah warga tampak cukup dekat dengan kampung jazz yang menyediakan makanan dan minuman. Karenanya, pengunjung yang sedang di kampung jazz dapat pula menikmati sajian musisi-musisi.

Dari Panggung Doorstoot, tampil GDS dari Yogya, Sinergi dari Semarang, Hiphop Kledokan, dan Brigthside Trio. Malamnya, ada Mrs Holdingsky dari Ponorogo, Rully Shabara dan Jogja Blues Forum.

Dari Panggung Gerilya, ada Soda Lounge dan Yogya, Jazz Jefrey and Friends dari Solo, Jes Kidding dan Jes Udu dari Purwokerto dan Hihi Project dari Yogya. Malam hari, tampil Alang-Alang, Nonaria ft Bonaria dan Mantradisi.

Dari Panggung Markas, pengunjung dapat menikmati kesenian tradisional yang berasal dari Badui. Ada pula JAP dan Yogya, Restu and Friends dari Lampung, Fusion Jazz dari Surabaya dan Jatiraga.

Malam hari, Panggung Markas menghadirkan Remi Panossian Trio dari Perancis, Tricotado, dan Sri Hanuraga Trio fr Dira Sugandi. Penampilan Dira Sugandi tampaknya menjadi daya tarik utama Panggung Markas.

Dari Panggung Seribu, Magnifigo dan Passion Band dari Trenggalek, Just One yang merupakan pemenang Mild Jazz Band Wanted, DD Kids dan Frio dari Semarang dan Bianglala Voice.

Puncaknya, ada Rubah di Selatan, Jeffrey Tahalele and Friends serta MLD Jazz Project yang tampil memukau. Walau tidak banyak yang ikut bernyanyi, penonton yang berasal dari masyarakat sekitar pun tampak menikmati alunan musik yang ada.

Dari Panggung Merdeka yang jadi panggung terbesar, tampil Oman Sogan dari Pekalongan, Everyday, romantisme ala Endah n Rhesa serta Hariono Project. Malam harinya, ada Tashioora, dan Bintang Indrianto.

Gugun Blues Shelter dengan hentakan musik bluesnya jadi penampil puncak sekitar pukul 22.30. Ditemui di belakang panggung, Muhammad Gunawan alias Gugun gitaris GBS, mengaku sangat mengapresiasi festival seperti ini.

Ia merasa, cara Ngayogjazz sangat unik karena membuat acara yang biasanya di tengah kota tapi di tengah perkampungan. Menurut Gugun, musik yang ditampilkan pun unik mulai dari pop, jazz sampai etnik.

"Festival yang sangat layak untuk ditonton," kata Gugun kepada Republika.co.id, Sabtu (18/11) sore.

Untuk penampilannya, ia mengungkapkan, GBS memang sedikit menyesuaikan diri lantaran ini merupakan festival jazz. Meski begitu, penampilan GBS Sabtu malam tampak begitu memukai hadirin Ngayogjazz 2017.

Senada, Rika dan Ana, penonton yang berasal dari Bantul, mengaku cukup senang melihat penampilan-penampilan yang dirasa sangat beragam. Karenanya, seperti penonton lain, mereka rela menikmati festival sampai malam hari.

"Bagus bagus, dan macem-macem ya yang tampil," ujar keduanya bersahutan.

Selain panggung-panggung dan pasar-pasar jazz, ada pula Panggung Gejog Lesung yang menampilkan musik-musik etnik. Lalu ada pasar kerajinan, pasar oleh-oleh sampai ruang laktasi bagi yang menyusui.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement