Selasa 07 Nov 2017 05:58 WIB

Cara Orang Tua Menyikapi Konten Pornografi

Rep: Dessy Susilawati/ Red: Yudha Manggala P Putra
Tampilan dialog WhatsApp saat fitur GIF diaktifkan.
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Tampilan dialog WhatsApp saat fitur GIF diaktifkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konten pornografi yang semakin marak dan mudah diakses membuat orang tua perlu semakin waspada. Apalagi remaja kini sudah tidak asing dengan telepon pintar, aplikasi, dan akses internet, sehingga berpotensi besar terpapar konten-konten negatif.

Psikolog Anak Ine Indriani mengatakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua menanggapi penyebaran konten negatif di dunia maya. Hal pertama yang butuh dilakukan mencoba tetap tenang dan jangan terlalu reaktif.

"Di satu sisi membuat orang tua cemas, hanya di sisi lain pertama orang tua harus tenang, kalau kita terlalu langsung khawatir, langsung tidak boleh, bukannya anaknya tadinya biasa saja, karena orang tuanya khawatir, anak malah menjadi makin kepo, apa sih," jelasnya ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (6/10).

Orang tua juga diimbaunya untuk mencari tahu terlebih dahulu apa anak memang sudah mengetahui konten pornografi tersebut. Untuk anak remaja, orang tua sudah bisa mengajaknya bicara dan berdiskusi.

"Oh ada konten seperti ini, menurut kamu bagaimana?" Pertanyaan itu bisa diajukan ketika anak sudah mengetahui mengenai konten tersebut. Jangan langsung melarang, tanyakan terlebih dahulu. Ketahui perspektif anak seperti apa, baru kemudian beri penjelasan pada anak mengenai dampak buruknya.

Secara perlahan berikan pendidikan sedini mungkin sesuai dengan usia anak. Ajarkan anak mengenai batasan. Orang tua bisa secara bertahap lebih terbuka dengan anak, dan kemudian memberi tahu anak mana yang boleh dan mana yang tidak boleh.

"Kemudian ajak anak berdiskusi, hal ini bisa meminimalisir. Dari pada orang tua heboh, anak langsung dilarang, anak malah semakin kepo. Larang sih larang tapi dengan cara yang diskusi, tanya dulu perspektif dia," ujar Ane.

Orang tua, tambah dia, sebaiknya menjaga komunikasi terbuka dengan anak. Ketahui dengan siapa saja dia berkomunikasi atau berteman.  "Kalau kita terbuka sama anak, kita jadi tahu anak ngobrol sama siapa, tentang siapa, isinya apa. Tidak terlalu khawatir," tambahnya.

Bila komunikasi dan keterbukaan anak dan orang tua, energinya, kegiatannya, relasi dengan orang lain terjaga baik makan harapannya anak tidak akan fokus ke arah konten negatif, namun ke arah yang lebih bermakna.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement