Senin 23 Oct 2017 10:16 WIB

Wisata Sejarah ke Museum Perumusan Naskah Proklamasi

Rep: MGROL 99/ Red: Indira Rezkisari
Anak-anak melihat naskah proklamasi saat berkunjung di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta, Ahad (7/4). Di museum ini anak-anak bisa mempelajari sejarah tentang perjuangan para pendiri bangsa dalam mempersiapkan kemerdekaan, serta mengenal para tokoh bangsa Indonesia dan sejarah Kemerdekaan Indonesia.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Anak-anak melihat naskah proklamasi saat berkunjung di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta, Ahad (7/4). Di museum ini anak-anak bisa mempelajari sejarah tentang perjuangan para pendiri bangsa dalam mempersiapkan kemerdekaan, serta mengenal para tokoh bangsa Indonesia dan sejarah Kemerdekaan Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jika berkunjung ke museum, kesan tua atau angker mungkin menjadi salah satu hal yang ada di pikiran. Gedung bersejarah dari masa lalu tidak lepas dari cerita pada masanya dulu. Tak terkecuali dengan Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Gedung ini tentunya punya kisanya tersendiri.

Peristiwa perumusan naskah proklamasi adalah cerita di balik museum yang dulunya merupakan kediaman Laksamana Muda Tadashi Maeda. Gedung berarsitektur Eropa yang dibangun sekitar tahun 1920-an ini terletak dijalan Imam Bonjol nomor 1 Jakarta Pusat.

Saat pertama kali menginjakkan kaki masuk gedung ini memang benar kesan tua itu masih terasa. Pengunjung langsung disuguhkan dengan ruangan besar, di sebelah kanan dari pintu masuk adalah ruang pengesahan naskah proklamasi. Dari ruang itu sejarah bangsa Indonesia terukir.

Bangunan dengan luas 1.138 meter persegi itu memiliki dua lantai. Lantai pertama bisa disebut sebagai ruang bersejarah. Dan lantai kedua merupakan ruang untuk pameran.

Di lantai pertama, tepat sebelah kiri dari pintu masuk, ada sebuah ruangan tempat Laksamana Tadashi Maeda menerima Ir Soekarno, Drs Moh Hatta dan Mr Ahmad Soebadjo di rumahnya, tepat pukul 20.00 WIB, 16 Agustus 1945 setelah mereka kembali dari Rengasdengklok. Ruangan ini adalah ruangan pertemuan dan sejarah persiapan teks proklamasi dirumuskan.

Ruang pertemuan tersebut bergabung dengan ruang perumusan naskah. Kedua ruangan hanya dbersekat tembok dengan celah tanpa pintu. Di ruangan ini tersusun rapi 12 kursi mengitari satu meja panjang. Di ujung meja tersebut, terlihat sosok berbaju putih, dengan peci hitam di kepala, replika Soekarno memegang pulpen dan secarik kertas.

Tidak hanya Soekarno, tapi Drs Moh Hatta dan Mr Ahmad Soebadjo juga ikut duduk di barisan kursi tersebut. Replika tiga tokoh itu mengilustrasikan sejarah perumusan konsep naskah proklamasi.

Seusai naskah tersebut disetujui, Ir Soekarno mengamanahkan Sayuti Melik mengetik naskah proklamasi di ruangan bawah tangga, ditemani oleh BM Diah. Lagi-lagi pengunjung bisa melihat suasana pengetikan naskah yang terwakilkan dari replika kedua tokoh tersebut.

Beralih ke bagian lain gedung ini, tepat sebelah kanan dari pintu utama ada ruang pengesahan. Jumat, 17 Agustus 1945, adalah momen teks proklamasi disahkan untuk kemudian dibacakan di hadapan masyarakat Indonesia.

Edukator Museum, Ari Suryanto menjelaskan lantai dua bangunan digunakan untuk ruang pameran koleksi museum. Ada panel-panel sejarah dan juga buku-buku sejarah.

Ari juga menyarankan jika mengunjungi museum, hilangkan pikiran-pikiran negatif yang menilai bahwa museum terkesan seram. Kemudian menjelajah museum akan lebih seru jika beramai-ramai. Datanglah bersama teman atau keluarga Anda. Kemudian usahakan untuk tidak menyentuh koleksi museum.

“Karena banyak yang berani menyentuh koleksi museum demi foto terbaik mereka. Sadarilah betapa pentingnya koleksi museum. Kemudian jjika ingin mengambil gambar usahakan jangan menggunakan flash, karena banyak barang koleksi yang terbuat dari kain, kayu, kertas yang rentan terhadap panas, ditakutkan nanti warnanya akan pudar, ” imbuhnya.

Melihat betapa pentingnya edukasi sejarah, Siti Nur Aini, salah satu guru SDIT Al Marjan, Bekasi, menjelaskan bahwa dia berserta guru-guru lain sengaja mengajak murid-murid untuk pergi ke museum untuk mempelajari sejarah. “Ini sebagai bentuk pengaplikasian dari pembelajaran sejarah yang telah dilakukan di sekolah. Anak-anak bisa melihat secara visual peristiwa sejarah dari apa yang telah diajarkan,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement