Ahad 08 Oct 2017 05:50 WIB

KPAI Khawatirkan Nasib Anak pada Kasus Perceraian

Rep: Taufiq Alamsyah Nanda/ Red: Winda Destiana Putri
Perceraian
Perceraian

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena sosial terkait perceraian akibat penggunaan media sosial banyak ditemukan di kota Bekasi dan Depok. Menurut data dari pengadilan agama kedua kota tersebut, angka perceraian pada 2017 meningkat dan penyebabnya didominasi karena media sosial.

"Intinya terkait dengan media sosial ini, seharusnya ada aturan,"  ujar komisioner KPAI Siti Hikmawaty saat dihubungi Republika. Ia khawatir para pasangan yang bercerai tersebut menikah di usia yang muda. Kemudian mereka belum cukup matang dalam menghadapi masalah. Sedangkan apa yang ada di media sosial jauh lebih glamor daripada apa yang ada dalam kehidupan nyata.

"Namanya juga dunia maya, dunia yang semuanya bisa dikamuflase. Kemudian sayang sekali kalau dunia itu dijadikan sebagai rujukan," tambah Siti. Menurutnya, untuk menjalin komunikasi keluarga yang baik harus ada komunikasi yang efektif. Artinya, sentuhan langsung di dunia nyata dengan keluarga tetap harus dilakukan. Karena bagaimanapun anak meskipun ia sudah dewasa, ia tidak bisa diwakili oleh media sosial. Harus ada rangsangan yang sifatnya nyata.

"Sentuhan langsung tidak bisa digantikan dengan apapun. Bahwa waktu yang sibuk seharusnya digantikan dengan quality time bukan quantity time. Ketika ada pertemuan dengan orang tua dan anak itu harus dikondisikan menjadi suatu quality time yang baik," jelas Siti.

Siti menegaskan bahwa sebuah perceraian pasti secara langsung akan berdampak pada anak. Korban yang paling terpengaruh yaitu anak. Bahkan menurut beberapa ahli psikologi anak, kalaupun suatu hubungan rumah tangga tidak bisa diselamatkan dan perceraian menjadi suatu solusi, maka sebaiknya perceraian itu dilakukan sedini mungkin. Artinya ketika permasalahan sudah terdeteksi, tidak boleh dibiarkan berlarut - larut. Justru jika dibiarkan berlarut, akan membawa dampak trauma yang lebih parah bagi anak.

"Ketika terjadi perceraian, bagi anak tidak ada bekas ibu dan bekas ayah. Ia tetap membutuhkan figur keduanya," tutup Siti.

Menurut data Pengadilan Agama Kota Bekasi, telah terjadi 2.231 perceraian hingga Oktober. Sejumlah 1.862 diantaranya disebabkan karena perselingkuhan melalui media sosial. Sementara itu, pada periode Agustus 2017, tercatat 157 kasus perceraian di Kota Depok yang mayoritas dikarenakan perselingkuhan di media sosial.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement