REPUBLIKA.CO.ID, Psikolog Universitas Pancasila Jakarta Aully Grashinta mengatakan anak yang tinggal di lingkungan perokok, terutama orang tua yang merokok, akan lebih mudah belajar merokok daripada anak yang tinggal di lingkungan bukan perokok.
"Pada dasarnya manusia belajar dari lingkungan. Anak-anak melakukan modeling. Belajar berbicara itu juga melalui proses modeling. Apa yang ada di lingkungan akan dicontoh dan dilakukan," kata Aully, Rabu (23/8).
Selain orang-orang merokok di lingkungan, anak-anak juga sangat mudah terpengaruh iklan rokok, meskipun iklan tersebut tidak menampilkan bentuk rokok atau aktivitas merokok.
"Yang dimunculkan dalam iklan rokok itu hal-hal yang dianggap keren oleh anak-anak. Anak-anak jelas akan terpengaruh dan terdorong untuk merokok," tuturnya.
Aully mengatakan industri rokok memiliki sumber daya untuk beriklan secara kreatif dan masif. Yang ditampilkan dalam iklan rokok bukan bentuk produknya, tetapi citra positif terhadap produk rokok dan aktivitas merokok. Anak-anak yang melihat iklan, yang menampilkan citra positif dan dianggap keren oleh anak-anak, akan terpengaruh kemudian menginginkan barang yang diiklankan.
"Orang dewasa mungkin akan berpikir dan menimbang-nimbang manfaat suatu barang yang diiklankan. Hal berbeda terjadi pada anak-anak," katanya.
Belum lagi bila ada tekanan dari lingkungan pergaulan anak. Anak-anak akan semakin mudah terpengaruh untuk merokok bila bergaul dengan anak-anak perokok dan menganggap merokok itu keren. Karena itu, peran orang tua sangat penting untuk mencegah anak-anak mulai merokok. Yang bisa dilakukan adalah menciptakan lingkungan yang betul-betul bebas rokok.
"Misalnya seperti yang terjadi pada Kampung Penas di Cipinang, Jakarta Timur. Warganya bersepakat menjadikan kampung tersebut kampung tanpa rokok," katanya.