REPUBLIKA.CO.ID, Jerit tawa dan canda anak-anak yang sedang berenang, terdengar nyaring saat melihat ratusan ikan bergerombol mendekati mereka di kawasan Kepulauan Seribu, Jakarta, Ahad (25/6). Halimun, seorang pemandu wisata, dengan sabar mengikuti keinginan anak-anak yang berjumlah sekitar sepuluh orang itu untuk berfoto di dalam air bersama ikan-ikan berbagai warna dan ukuran.
Sementara, beberapa orang tua yang sebagian tetap berada di atas kapal kayu, juga ikut berteriak girang melihat anak-anak mereka berusaha memegangi ikan yang terlihat jinak. Hanya dengan menebarkan sepotong roti, ratusan ikan pun langsung datang dan tanpa rasa takut mendekati anak-anak yang sedang melakukan aktivitas snorkeling sambil menikmati keindahan terumbu karang.
"Ayo Pak Halimun, foto saya sedang memberikan ikan di dalam air," kata Clarrissa (8) sambil berteriak kegirangan setelah roti yang ditebarnya segera diserbu ratusan ikan kecil berwarna hitam dengan garis-garis putih di tengahnya.
Sementara Sheilla (12), kakak Clarissa, tampak ragu-ragu untuk mencebur dan hanya memandang dari atas kapal, meski sudah menggunakan peralatan snorkeling lengkap. "Nanti bagaimana kalau tiba-tiba ada ikan hiu," kata Clarissa yang tampak tidak seberani adiknya.
Sheila dan Clarissa adalah bagian dari ratusan anak yang sedang berada di Kepulauan Seribu untuk menikmati liburan Hari Lebaran 2017. Bersama rombongan yang secara total berjumlah 20 orang, mereka menginap di sebuah "homestay" yang banyak bertebaran di Pulau Pramuka, pusat pemerintah Kabupaten Adminstrasi Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
Irwandi Rais, (45), ayah Sheilla dan Clarrisa yang berperan sebagai ketua rombongan, mengatakan mereka tiba di Pulau Pramuka sehari menjelang Lebaran dan berangkat dari dermaga Marina di Ancol. Sudah tiga tahun terakhir Irwandi, yang mengaku warga Cibubur, Jakarta Timur itu, tidak pernah mudik ke kampung halaman di Semarang, Jawa Tengah, karena tidak tahan dengan kemacetan parah setiap menjelang Lebaran.
"Dalam tiga tahun terakhir ini, kemacetan beberapa hari menjelang hari Lebaran sudah semakin parah, terutama yang mengarah ke Jawa Tengah. Akhirnya kami sepakat untuk tidak ikut-ikutan mudik," kata Irwandi.
Meski dengan berat hati, anak-anak mereka bersedia untuk tidak berlebaran bersama sanak keluarga di kampung halaman, tapi dengan syarat, mereka harus tetap pergi ke suatu tempat yang jauh dari rumah. "Akhirnya kami pun sepakat untuk melewatkan Hari Lebaran di Kepulauan Seribu karena bukan hanya lebih dekat, tapi juga memiliki banyak tempat wisata bahari yang menarik," katanya.
Hal sama juga disampaikan oleh Riri Ridwan (41), warga Bekasi Timur, Jawa Barat, yang mengaku sudah dua kali secara berturut-turut memilih berwisata di Hari Lebaran di Kepulauan Seribu, daripada berdesak-desakan pulang ke Cioray, sebuah desa di Kabupaten Tasikmalaya. "Kami memilih Kepulauan Seribu karena kami merasa seperti berada di sebuah tempat yang eksotis dan tidak perlu jauh-jauh untuk merasakan sensasi dan keindahan ikan-ikan dan terumbu karang," katanya.
Riri datang bersama istrinya, Mimi dan anak semata wayang berusia 12 tahun, Najwa. Ketika ditemui di dermaga, wajah dan kedua pipi Najwa yang putih bersih, terlihat sudah berwarna kemerahan akibat terkena sinar matahari setelah sejak pagi menikmati aktivitas snorkeling dan berenang di dekat Pulau Semak Daun, sekitar 30 menit naik kapal dari Pulau Pramuka.
"Libur Lebaran tahun lalu kami menginap di Pulau Tidung. Mungkin tahun-tahun berikutnya kami ingin mencoba suasana di pulau lain," kata Riri yang mengaku selalu mengajak anaknya untuk mengenal lebih dekat tempat wisata di tempat lain di Tanah Air.
Jadi pilihan
Dalam beberapa tahun terakhir, Kepulauan Seribu yang termasuk salah satu dari sepuluh destinasi prioritas untuk dikembangkan oleh pemerintah, memang menjadi pilihan banyak warga DKI Jakarta dan sekitarnya yang tidak mudik Lebaran. Warga Jabodetabek seperti Irwandi dan Riri, mulai merasakan bagaimana stres yang harus mereka hadapi saat menembus kemacetan menjelang Lebaran di kampung halaman.
Stres secara psikologis tersebut juga harus ditambah lagi dengan kerugian secara material, seperti pemborosan karena harus mengeluarkan bahan bakar lebih banyak serta biaya lain selama di perjalanan. Menghabiskan liburan selama Idul Fitri di Kepulauan Seribu pun menjadi pilihan saat kawasan Puncak dan daerah wisata lain di sekitar Jawa Barat tidak kalah macet parah.
Tapi warga Jabodetabek selama ini seperti tidak menyadari bahwa Kepulauan Seribu adalah wilayah Ibu Kota Jakarta karena lokasi yang terpisah dari daratan dan akses transportasi yang belum lancar. Layanan kapal kayu dari Kali Adem yang dikenal dengan sebuah ojek kapal hanya sekali sehari, demikian juga dengan kapal cepat dari dermaga Marina Ancol.
Sementara kapal perintis Sabuk Nusantara 66 milik Pelni dari Pelabuhan Sunda Kelapa, malahan hanya melayani tiga kali pelayaran dalam sepekan. Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, jumlah kunjungan wisata sepanjang 2016 mencapai 807 ribu orang, dengan rincian 785 ribu wisatawan domestik, sementara sisanya dari mancanegara.
Kepala Suku Dinas Pariwisata Kabupaten Adminstrasi Kepulauan Seribu Fadjar Haridjaya mengakui bahwa selain sarana transportasi, kendala lainnya yang harus segera diatasi adalah ketersediaan akomodasi. "Dengan jumlah lahan yang terbatas di Pulau Pramuka dan Pulau Tidung, sulit untuk mengembangkan hotel di Kepulauan Seribu, sementara jumlah kunjungan wisata terus meningkat," kata Fadjar.
Salah satu jalan yang akan ditempuh adalah mengembangkan seluruh pulau yang ada, karena dari total lebih dari 100 pulau, hanya 11 di antaranya yang dihuni, yaitu Pulau Untung Jawa, Pari, Lancang, Pramuka, Panggang, Tidung Besar, Tidung Kecil, Harapan, Kelapa, Kelapa Dua, dan Sebira.