REPUBLIKA.CO.ID, Sebagian orang beranggapan, hal terburuk dari penerbangan jarak jauh bukanlah turbulensi, pegal-pegal, atau kemungkinan delay. Justru, sesuatu yang bikin hilang feeling alias ilfeel adalah makanannya.
Kursi kelas mana pun yang diambil, makanan yang disajikan datang dari tempat yang sama. Menu tersebut lazimnya dimasak sebelum pesawat lepas landas di dapur industrial dekat bandara, kemudian dipanaskan ulang selama penerbangan.
Khusus di Eropa, mayoritas makanan dibuat oleh Gate Gourmet di Swiss dan LSG Sky Chefs di Jerman, yang melayani 260 maskapai. Dapur industrial terbesar di dunia adalah Emirates Flight Catering Centre di Dubai, yang memasok 170 ribu menu makanan pesawat sehari.
Profesor Peter Jones yang mendalami katering wisata dari Surrey University, Inggris, mengatakan label 'segar' pada makanan hanya sekadar stiker. Nyatanya, makanan tersebut rata-rata diproses antara 12 sampai 72 jam sebelum penerbangan.
Beberapa dapur juga diperbolehkan menyimpan makanan selama lima hari dalam pendingin yang memenuhi standar higienitas makanan internasional. Menu makanan berat, salad, makanan penutup, roti, sendok garpu, dan pelengkap lain lantas dibawa ke pesawat.
Penumpang kelas satu mengira makanan mereka baru saja dimasak. Padahal, makanan mereka juga dimasak dari darat namun dipersiapkan awak kabin dengan langkah-langkah berbeda sehingga terlihat lebih menarik.
Pemilihan sendok garpu metal di kelas satu dibandingkan sendok garpu plastik pada kelas ekonomi juga berpengaruh. Jones mengungkap, itu karena fenomena 'sensation transference', yang mengubah sensasi visual negatif menjadi rasa yang tidak enak, dilansir dari laman Daily Mail.