Ahad 26 Feb 2017 01:35 WIB

Monolog ‘Oh’ Karya Putu Wijaya Dipentaskan di GIK

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Israr Itah
Putu Wijaya
Foto: Antara Foto
Putu Wijaya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pada Februari ini, Galeri Indonesia Kaya (GIK) telah beberapa kali menampilkan pertunjukan-pertunjukan karya sastrawan ternama Indonesia. Beberapa di antaranya seperti fragmen ‘Bunga Ros dari Tjikembang’ karya Kwee Tek Hoay, pementasan teater dari Yajugaya, ‘Alunan Puisi Indonesia’ oleh Ari Reda, dan ‘Kabar dari Chairil’ yang digarap tim Gagasmedia. 

Akhir pekan ini, pertunjukan monolog berjudul ‘Oh’ karya Teater Mandiri garapan Putu Wijaya ditampilkan di Auditorium GIK. Pementasan tersebut sepenuhnya disponsori oleh Bakti Budaya Djarum Foundation.

“Pada bulan sastra, kami memang menghadirkan banyak seniman sastra kenamaan Indonesia di Galeri Indonesia Kaya. Kali ini, Putu Wijaya mencoba menunjukan pementasan teater dengan konsep minimalis yang menghibur dan menggugah pemikiran para penikmat seni dan sastra,” ujar Direktur Program Bakti Budaya Djarum Foundation, Renitasari Adrian, kepada Republika.co.id, Sabtu (25/2).

Selain dikenal sebagai sutradara dan penulis naskah andal, Putu Wijaya juga berkiprah sebagai pemimpin Teater Mandiri. Setiap tahunnya, kelompok teater yang kini hampir berusia setengah abad itu rutin mengadakan pertunjukan di berbagai kota di Indonesia dan mancanegara. 

Anggota Teater Mandiri terdiri dari seniman sampai orang awam. Dalam menjalankan berbagai kegiatannya, para pegiat seni di kelompok itu selalu mengusung semboyan ‘bertolak dari yang ada’. Inti dari semboyan itu adalah membelajarkan setiap orang untuk bekerja dengan apa saja yang tersedia, kemudian dioptimalkan dengan kreativitas. Dengan begitu, mereka yakin bahwa tidak ada yang tidak bisa dicapai dalam kondisi apapun dan dalam keadaan yang bagaimanapun. 

Putu Wijaya dan teaternya telah mendapat berbagai penghargaan. Di antaranya adalah tiga Piala Citra dalam penulisan skenario, juga tiga kali memenangkan penulisan lakon yang digelar Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Dia juga pernah beberapa kali diundang ke luar negeri untuk memberikan lokakarya sutradara.

Menurut Putu, monolog ‘Oh’ hadir untuk membicarakan masalah perbedaan, keadilan, dan kebenaran lewat pengadilan serta keadilan kebenaran di hati nurani masyarakat. Monolog ini menampilkan paradoks antara keinginan orang tua yang rindu kepada anaknya dan ambisi seorang anak muda yang pintar tetapi angkuh yang lebih mendahulukan kepentingan kariernya.

“Saya berharap penonton yang menyaksikan pertunjukan ini dapat memahami isi cerita yang disampaikan dan tentunya bisa terhibur,” ujar Putu Wijaya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement