Ahad 12 Feb 2017 12:44 WIB

Cikang Kenalkan Makanan Minang Peranakan

Rep: Novita Intan Sari/ Red: Indira Rezkisari
Resto Cikang.
Foto: ist
Resto Cikang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak hanya berbicara seputar rendang, ternyata ada banyak budaya dan sejarah makanan Minang yang mungkin tidak banyak orang tahu. Adanya komunitas Arab, India, Spanyol dan China membuat ragam budaya semakin beragam.

Memiliki jargon 'Untold Story of Padang', dari sinilah nama Cikang berasal. Setelah mendirikan restoran Cikang di kawasan Menteng setahun lalu, Rabu (8/2), Cikang memiliki cabang keduanya. Yakni di Puri Indah Mall, lantai 2, unit SF 237 A.

"Sekitar tahun 70-an dulu ada saya sering diajak oleh ayah ke kedai kopi bernama Lee Chi Kwang. Karena pelafalannya agak sulit jadi kita beri nama Cikang," ujar pemilik Resto Cikang, Dr Ivan R Sini, di Jakarta.

Cikang pada dasarnya menyajikan sajikan Minang Peranakn. Ragam hidangannya diantaranya katupek sayur, mi alang laweh hingga kopi Solok.

Menurut Ivan, menekuni bisnis kuliner peranakan memiliki tantangan tersendiri. Apalagi saat kedai pertamanya di Menteng sempat diprotes oleh kalangan pecinta kuliner asli Padang.

"Di Menteng sudah setahun bukanya, sedikit diprotes, sekali. Pecinta kuliner sebut ini bukan Padang, kami jelaskan Padang peranakan misal mi ayam jadi kami berikan makanan yang dibumbui Padang," ungkapnya.

Kendati demikian, Ivan bersama istrinya yang sekaligus Direktur Cikang Resto, Fenty Sini tetap melanjutkan bisnis tersebut. Alhasil, saat ini pelanggan merasa senang dengan kehadiran Cikang Resto, ditambah dengan  ragam kopi berkualitas juga tersaji di sini.

Setidaknya ada dua macam kopi dengan banyak pilihan variasi blend coffee. Pertama, kopi Padang asli dengan jenis kopi yang persis dengan biji kopi yang digunakan oleh Kedai Lee Ci Kwang di kawasan Pecinan Pondok.

"Kalau gerai di Menteng itu stay alone jadi susah kita pemasaran, maka kita buka di mal, pasar senang dengan makanan peranakan, maka di sini jauh lebih senang masakan peranakan. Kenaikan 80 persen untuk potensi pelanggan, di Menteng butuh waktu 6 bulan," ungkap Ivan.

Demi membesarkan bisnisnya tersebut, Ivan juga sering mengikuti bazar lalu bergabung dengan komunitas blogger kuliner. Langkah ini dilakukan Ivan lantaran Jakarta memiliki pasar yang potensial untuk mengembangkan kuliner peranakan.

"Sudah banyak kedai peranakan, kalau peranakan murni lebih ke Melayu, kami lebih ke Padang peranakan punya karakter berbeda dengan Melayu, karena peranakan Melayu semua masakan dari santan," ucap Ivan.

Ke depan, Ivan mengharapkan pelanggan dapat menikmati kuliner yang legendaris itu, sekaligus menikmati berbagai objek wisata di Sumatra Barat, melalui foto-foto dan karya seni. Bahkan juga ada kegiatan rutin story telling tentang beragam cerita di Sumatra Barat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement