REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kawasan "Kampoeng Tulip" yang dibangun di areal seluas satu hektare di Jalan Pasir Pogor Raya Ciwastra Kota Bandung, Jawa Barat, menyajikan suasana seperti di Negeri Kincir Angin, Belanda.
"Ada kedekatan kultur Belanda dengan Indonesia. Belanda punya kesan tersendiri. Di antaranya banyak peninggalan bangunan Belanda di Bandung khususnya," kata salah seorang penggagas Kampoeng Tulip, Doni Samudera (55) di Bandung, Selasa (19/7). Menurut Doni, alasan lain dari tampilan Kampoeng Tulip karena banyaknya bangunan Belanda di sekitar area tersebut.
"Karena di sini banyak bangunan Belanda, jadi pihak manajemen mempunyai gagasan untuk membuat tempat wisata dengan suasana seperti di Belanda," katanya. Selain Doni, ada tiga rekannya yang tergabung dalam satu manajemen menggarap kawasan wisata baru di kawasan Kota Bandung bagian timur itu yakni Jiko, Panji dan Dewi.
Proses pembuatan kawasan itu dari tahun 2012, yang fokus pada penanaman pohon agar setelah fasilitas yang lain rampung, pohonnya sudah besar dan suasananya sejuk. "Peresmiannya untuk umum rencananya digelar pada Januari 2017," kata Doni.
Menurutnya, semua proses pembangunan berangsur-angsur bahkan belum sampai 20 persen dari rencana. Pihak manajemen akan merampungkannya sejalan dengan Kampoeng Tulip yang sudah bisa dikunjungi publik.
Fasilitas di Kampoeng Tulip yang sudah bisa dinikmati oleh pengunjung yaitu perahu bebek, perahu sampan, sepeda air, kuliner di berbagai kedai, galeri barang vintage, pancing ikan, terapi ikan, permainan anak-anak, tempat gathering, memberi ikan dan burung.
Doni mengatakan, pemberian nama disesuaikan dengan ciri khas dari Belanda selain kincir angin, yaitu bunga tulip. "Dulu kami sempat menanam tulip, namun gagal karena iklim yang berbeda. Jadi nantinya kami adakan 'tulip house', kita kondisikan tulip buatan walaupun ke depannya akan ada tulip asli yang kondisinya dikhususkan," kata Doni.
Kawasan yang memiliki luas kurang lebih satu hektare, sekitar 4.000 meter persegi yang sudah selesai. "Semua bangunan mempunyai ciri khas Belanda, seperti adanya kincir angin, tanaman, juga berbagai kedai yang bentuknya bercirikan Belanda," katanya.
Selain itu, ada penyewaan pakaian khas Belanda untuk anak hingga dewasa, serta galeri yang menyediakan barang-barang vintage. Pengelola galeri, Tania, mengatakan semua barang yang ada di galeri adalah buatan sendiri kecuali barang dari keramik seperti piring, gelas dan lain sebagainya.
"Dari luar negeri kami memakai tisu tempel dari Belanda, yaitu servietten, selebihnya dari dalam negeri," kata Tania. Galeri tersebut berisi barang vintage seperti hiasan dinding, piring, sendok, gelas, kursi, meja, serta perabotan rumah lainnya.
Kampoeng Tulip buka setiap hari dari pukul 09.00 - 17.00 WIB, dengan harga tiket Rp 6.000 untuk Senin-Jumat, serta Rp 9.000 untuk Sabtu-Ahad dan hari libur. "Antusias dari pengunjung sangat besar, bahkan di hari biasa, bisa sampai 100-200 pengunjung, di hari libur sekitar 400 orang dan `long weekend' 300-700 orang yang datang," kata Doni.
Ia mengatakan, pihaknya belum berani untuk mempromosikan ke khalayak akan keberadaan Kampoeng Tulip karena belum rampung 100 persen. "Ketertarikan pengunjung datang ke sini yaitu dengan melihat pengguna internet yang mengunggah foto mereka saat datang kesini, jadi rata-rata mereka tahu dari pengunjung lain, maka Kampoeng Tulip membuat Instagram agar bisa me-repost foto yang pengunjung unggah di Instagram, dengan memberi tanda ke @kampoeng_tulip," kata Doni.
Doni mengatakan, selain dari Bandung, sudah banyak pengunjung yang datang dari luar kota. Ia berharap, Kampoeng Tulip segera memunculkan detail aksesoris Belanda seperti lampu, rambu petunjuk arah dan lain sebagainya. "Ini baru penambahan fasilitas, belum dalam bentuk penguatan karakter, jadi harapannya semoga semua proses segera selesai," katanya.
Doni menambahkan, konsep pendidikan pun harus segera terwujud, terutama untuk anak-anak. "Di sini akan diterapkan pendidikan motorik, jadi lebih ke praktik bukan teorinya, seperti belajar ketepatan dalam permainan, bertanggung jawab dan mengenal alam, juga lain sebagainya, jangan sampai anak terkotak-kotak dalam ruangan," kata Doni.