Senin 04 Jul 2016 20:26 WIB

IITCF Berkomitmen Tingkatkan SDM Travel Muslim

Para peserta pelatihan Tour Leader (TL) bertajuk
Foto: Dok IITCF
Para peserta pelatihan Tour Leader (TL) bertajuk "West Europe Tour Leader Moslem Educational Trip I" yang diadakan IITCF, Februari 2016, melakukan shalat di Puncak Titlis, Swiss.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Wisata Muslim menjadi industri yang terus berkembang dan sangat menjanjikan.  “Jumlah belanja wisman Muslim (Muslim Travellers) terus meningkat secara signifikan,” kata Ketua Tim Percepatan Pengembangan Pariwisata Halal, Kementerian Pariwsata Riyanto Sofyan di Jakarta, Selasa (28/6).

Mengutip data dari Global Muslim Travellers Spending (2014),  Riyanto menyebutkan, ada 14 negara yang menempati “Top Global Muslim Travellers Spending (2014)”.  Rinciannya adalah Arab Saudi dengan jumlah belanja wisman Muslim  17,8  miliar dolar AS, Iran (14,3 miliar dolar AS), Uni Emirat Arab (11,2 miliar dolar AS), Qatar (7,8 miliar dolar AS) dan Kuwait (7,7 miliar dolar AS).

Sementara jumlah belanja wisman dari Asia sebagai berikut: Indonesia 7,6 miliar dolar AS, Malaysia (5,7 miliar dolar AS), Singapura (2,3 miliar dolar AS), dan Azerbaijan (2,4 miliar dolar AS).

 

Dari Eropa, negara dengan belanja wisman terbanyak adalah Rusia (5,4 miliar dolar AS), Turki  (4,5 miliar dolar AS), Jerman (3,6 miliar dolar AS), Inggris (2,4 miliar dolar AS) dan Perancis (2,3 miliar dolar AS).

Menurut pendiri dan Chairman Indonesian Islamic Travel Communication Forum (IITCF)  Priyadi Abadi, besarnya peluang wisata Muslim itu harus dimanfaatkan dengan baik oleh Indonesia, khususnya oleh para travel Muslim. “Tidak hanya dalam melayani  wisman  Muslim yang datang ke Tanah Air, melainkan juga dalam melayani masyarakat Indonesia yang ingin melakukan wisata Muslim ke luar negeri,” ujar Priyadi.

Namun, kata Priyadi,  para pemain travel Muslim di Indonesia masih menghadapi sejumlah kendala. “Travel Muslim masih menghadapi tantangan, terutama kurangnya sumber daya manusia (SDM) profesional dan citra travel Muslim yang dianggap hanya bisa bermain di pasar umrah dan haji saja,” kata Priyadi dalam broad cast yang dikirimkan dari Amsterdam, Belanda, Senin (4/7/2016).

Padahal, Priyadi menambahkan,  ada potensi besar yang bisa digarap oleh travel Muslim yaitu wisata Muslim yang selama ini digarap oleh travel umum.  “Kita ketahui bersama bahwa kebutuhan untuk Muslim Traveller tidak bisa diakomodir oleh travel umum,” tuturnya.

Namun, kata Priyadi,  harus  disadari untuk menggarap wisata Muslim dan mengubah imej  di masyarakat bahwa travel Muslim pun mampu melakukan tour seperti  Eropa, Amerika, Australia  dan sebagainya itu  itu perlu waktu dan kerja keras.

“Melalui IITCF  kami ingin berbagi untuk  peningkatan SDM travel Muslim agar mempunyai daya saing tinggi sejalan mengubah imej masyarakat agar percaya bahwa travel Muslim pun mampu bekerja  profesional,”  kata Priyadi.

Priyadi menegaskan, IITCF sudah membulatkan tekad untuk menjadikan para pemain di negeri yang berpenduduk Muslim terbanyak didunia ini dan bukan sebagai penonton, apapun risikonya. “Kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah bersimpati dan  menjadi sponsor program-program IITCF,  baik di  dalam maupun di luar negeri. Semoga langkah kami selalu dalam ridha  Allah SWT,” tutur  Priyadi Abadi.

Wakil Sekjen Himpuh Anton Subekti menyambut positif  upaya yang dilakukan oleh IITCF dalam meningkatkan profesionalisme SDM travel Muslim. Menurut Anton, setidaknya ada tiga  kbutuhan pokok seorang Muslim yang sedang safar termasuk berwisata ke negeri orang. “Karena sebagai seorang Muslim, ke manapun ia pergi, selalu  melekat kewajibannya untuk beribadah ,” ujar Anton.

Pertama, kata Anton, kebutuhan akan makanan halal  (halal food). “Kedua, ketersediaan jadwal dan tempat melakukan kwajiban  lima waktu salatnya yang memenuhi syarat syariat,” tutur Anton yang juga direktur Albilad Travel.

Ketiga, Anton menambahkan, teman perjalanan, suasana atau sarana apapun yang kontennya selalu mengingatkan untuk ingat kepada  Allah SWT dan membimbingnya untuk menjalankan amal-amal  safar.

“Faktanya, ketiga kebutuhan dasar tersebut  sering terabaikan. Dalam kerangka berbagi pengalaman membangun model penyenggaraan perjalanan wisata yang islami  itulah, menurut saya, kehadiran IITCF menjadi penting. Termasuk di dalamnya meningkatkan SDM travel  Muslim agar makin profesional,” papar Anton Subekti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement