REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wisata Muslim menjadi industri yang terus berkembang dan sangat menjanjikan. “Jumlah belanja wisman Muslim (Muslim Travellers) terus meningkat secara signifikan,” kata Ketua Tim Percepatan Pengembangan Pariwisata Halal, Kementerian Pariwsata Riyanto Sofyan di Jakarta, Selasa (28/6).
Mengutip data dari Global Muslim Travellers Spending (2014), Riyanto menyebutkan, ada 14 negara yang menempati “Top Global Muslim Travellers Spending (2014)”. Rinciannya adalah Arab Saudi dengan jumlah belanja wisman Muslim 17,8 miliar dolar AS, Iran (14,3 miliar dolar AS), Uni Emirat Arab (11,2 miliar dolar AS), Qatar (7,8 miliar dolar AS) dan Kuwait (7,7 miliar dolar AS).
Sementara jumlah belanja wisman dari Asia sebagai berikut: Indonesia 7,6 miliar dolar AS, Malaysia (5,7 miliar dolar AS), Singapura (2,3 miliar dolar AS), dan Azerbaijan (2,4 miliar dolar AS).
Dari Eropa, negara dengan belanja wisman terbanyak adalah Rusia (5,4 miliar dolar AS), Turki (4,5 miliar dolar AS), Jerman (3,6 miliar dolar AS), Inggris (2,4 miliar dolar AS) dan Perancis (2,3 miliar dolar AS).
Menurut pendiri dan Chairman Indonesian Islamic Travel Communication Forum (IITCF) Priyadi Abadi, besarnya peluang wisata Muslim itu harus dimanfaatkan dengan baik oleh Indonesia, khususnya oleh para travel Muslim. “Tidak hanya dalam melayani wisman Muslim yang datang ke Tanah Air, melainkan juga dalam melayani masyarakat Indonesia yang ingin melakukan wisata Muslim ke luar negeri,” ujar Priyadi.
Namun, kata Priyadi, para pemain travel Muslim di Indonesia masih menghadapi sejumlah kendala. “Travel Muslim masih menghadapi tantangan, terutama kurangnya sumber daya manusia (SDM) profesional dan citra travel Muslim yang dianggap hanya bisa bermain di pasar umrah dan haji saja,” kata Priyadi dalam broad cast yang dikirimkan dari Amsterdam, Belanda, Senin (4/7/2016).
Padahal, Priyadi menambahkan, ada potensi besar yang bisa digarap oleh travel Muslim yaitu wisata Muslim yang selama ini digarap oleh travel umum. “Kita ketahui bersama bahwa kebutuhan untuk Muslim Traveller tidak bisa diakomodir oleh travel umum,” tuturnya.
Namun, kata Priyadi, harus disadari untuk menggarap wisata Muslim dan mengubah imej di masyarakat bahwa travel Muslim pun mampu melakukan tour seperti Eropa, Amerika, Australia dan sebagainya itu itu perlu waktu dan kerja keras.
“Melalui IITCF kami ingin berbagi untuk peningkatan SDM travel Muslim agar mempunyai daya saing tinggi sejalan mengubah imej masyarakat agar percaya bahwa travel Muslim pun mampu bekerja profesional,” kata Priyadi.
Priyadi menegaskan, IITCF sudah membulatkan tekad untuk menjadikan para pemain di negeri yang berpenduduk Muslim terbanyak didunia ini dan bukan sebagai penonton, apapun risikonya. “Kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah bersimpati dan menjadi sponsor program-program IITCF, baik di dalam maupun di luar negeri. Semoga langkah kami selalu dalam ridha Allah SWT,” tutur Priyadi Abadi.
Wakil Sekjen Himpuh Anton Subekti menyambut positif upaya yang dilakukan oleh IITCF dalam meningkatkan profesionalisme SDM travel Muslim. Menurut Anton, setidaknya ada tiga kbutuhan pokok seorang Muslim yang sedang safar termasuk berwisata ke negeri orang. “Karena sebagai seorang Muslim, ke manapun ia pergi, selalu melekat kewajibannya untuk beribadah ,” ujar Anton.
Pertama, kata Anton, kebutuhan akan makanan halal (halal food). “Kedua, ketersediaan jadwal dan tempat melakukan kwajiban lima waktu salatnya yang memenuhi syarat syariat,” tutur Anton yang juga direktur Albilad Travel.
Ketiga, Anton menambahkan, teman perjalanan, suasana atau sarana apapun yang kontennya selalu mengingatkan untuk ingat kepada Allah SWT dan membimbingnya untuk menjalankan amal-amal safar.
“Faktanya, ketiga kebutuhan dasar tersebut sering terabaikan. Dalam kerangka berbagi pengalaman membangun model penyenggaraan perjalanan wisata yang islami itulah, menurut saya, kehadiran IITCF menjadi penting. Termasuk di dalamnya meningkatkan SDM travel Muslim agar makin profesional,” papar Anton Subekti.