Sabtu 25 Jun 2016 10:40 WIB

Begini Tantangan Industri Kosmetik Indonesia

Rep: Desy Susilawati/ Red: Andi Nur Aminah
Obat tradisional dan kosmetika Indonesia (ilustrasi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Obat tradisional dan kosmetika Indonesia (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Industri kosmetik Indonesia mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Nilai Ekspornya pada 2015 mencapai 818 juta dolar Amerika atau sekitar Rp 11 triliun. Kinerja ekspor itu lebih besar dibandingkan nilai impor yang sebesar 441 juta dolar Amerika.

Hal ini diungkapkan oleh Ketua Asosiasi Profesi Ekspor Impor Seluruh Indoensia (Apreisindo) Bintang Retna Herawati. “Surplus sekitar 85 persen,” ujarnya dalam konferensi pers Pameran UBM Beauty Indonesia di Jakarta belum lama ini.

Sementara untuk organisasi pengusaha kosmetik, persatuan perusahaan kosmetik Indonesia (Perkosmi) sebanyak 400 anggotanya memiliki 760 perusahaan kosmetik, 23 diantaranya merupakan perusahaan besar dan sisanya UKM. Dan menurut catatan BPOM pada 2014, dari 36.642 produk kosmetik yang terdaftar di Indonesia, 14.656 produk adalah produk dalam negeri. Sedangkan dari produk kosmetik lokal tersebut, 4.485 di antaranya merupakan kosmetik buatan UKM.

Berdasarkan analisa SWOT, kekuatan industri kosmetik Indonesia, produk kosmetik Indonesia dinilai berkualitas dan tidak kalah dengan produk luar negeri. Penilaian tersebut disampaikan Presiden of the ASEAN Cosmetic Association. Produk ekspor Indonesia yang paling digemari adalah produk spa dengan parfum dari minyak esensial.

Tenaga kerja melimpah dan murah dan bahan baku kosmetik herbal juga cukup banyak. Sedangkan kelemahannya, kemampuan berkomunikasi dan negosiasi masih rendah (untuk ekspor), keterbatasan dana dan bunga bank yang tinggi, pembayaran yang ditunda (bayar belakang), tingginya ketergantungan bahan baku terhadap produk impor (bukan herbal) serta kemasan produk kurang menarik.

“Sementara untuk tantangannya, pasar dalam negeri masih dikuasai perusahaan multinasional, sebanyak 99 persen bahan baku kosmetik masih harus diimpor (terutama bukan herbal), perpajakan yang tinggi dan waktu yang sangat lama untuk mendapatkan sertifikat dari BPOM (sekitar satu tahun),” ujarnya.

Untuk strategi peningkatan kinerja kosmetik Indonesia, dia mengatakan industri kosmetik Indonesia harus terintegrasi dari hulu ke hilir dengan meningkatkan produksi bahan baku sehingga bisa menekan impor. Juga memacu riset dan perkembangan kosmetik dalam negeri dengan inovasi produk, riset pasar, dan memperlebar pasar ekspor.

Selain itu meningkatkan penyelenggara training bagi pengusaha kosmetik UKM. Edukasi pada konsumen bahwa kosmetik asal luar negeri belum tentu cocok untuk kulit orang indonesia juga perlu dilakukan. Serta peningkatan kemampuan desain kemasan kosmetik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement