REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penjual nakal ada di mana saja. Tak heran jika konsumen masih bisa menemukan daging sapi apkiran yang dijual di supermarket. "Tentunya, risiko itu akan jauh lebih kecil di supermarket yang telah mengantongi sertifikat ISO untuk sistem manajemen keamanan pangan," komentar chef Bara Pattiradjawane.
Penjual yang nakal punya banyak trik untuk mengelabui konsumen. Mereka menjual daging sapi apkiran yang dipoles sedemikian rupa agar tampak segar. "Salah satunya ialah dengan memanipulasi warna daging," kata Bara kepada Republika.co.id usai peluncuran kompor tanam edisi terbatas Modena Maestro Chef, Kamis (9/6) lalu di Modena Experience Center, Jakarta Selatan.
Agar tak terkecoh, masyarakat sebaiknya mengandalkan inderanya saat akan membeli daging. Perhatikan warna daging yang ditawarkan. Kalau warna kemerahannya tak lazim, sebaiknya tak usah dibeli.
Warna kemerahan yang mencurigakan biasanya berasal dari sapuan pewarna merah. Bahan pewarnanya belum tentu aman untuk kesehatan. "Ada saja penjual yang memakai pewarna tekstil," ujar Bara mengingatkan.
Selain itu, penjual yang nakal juga kerap memanfaatkan darah untuk memberikan kesan segar pada daging apkiran. Daging cincang apkiran, contohnya, akan berwarna cokelat gelap. Begitu beri sapuan darah, warnanya pun berubah segar. "Seiring dengan itu, kontaminasi mikroorganisme dari darah pun terjadi," urai Bara.
Di samping memerhatikan warna daging, ada hal lain yang harus dicermati. Tajamkan indera penciuman Anda untuk mengenali bau asing pada daging. "Dari aromanya pasti ketahuan," kata Bara. Kalau aromanya menyengat, gugurkan saja niat membeli daging.
Sementara itu, daging yang sudah mengalami proses beku-lumer-beku juga bisa dikenali dengan mudah. Dagingnya akan tampak lebih berair. "Orang-orang yang biasa belanja daging umumnya paham tentang ini, tetapi sepertinya pengetahuan tersebut jarang didapatkan oleh generasi masa kini," ucap Bara.