Selasa 19 Apr 2016 00:53 WIB

Konsep 'One Stop Shopping' Diharapkan Tingkatkan Minat Batik Semarang

Perajin membatik kain di rumah industri batik Penggaron, Ungaran, Kabupaten Semarang, Senin (14/3).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Perajin membatik kain di rumah industri batik Penggaron, Ungaran, Kabupaten Semarang, Senin (14/3).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Gerai batik di Kampung Batik Semarang yang menawarkan konsep "one stop shopping" diharapkan dapat memanjakan pembeli.

Salah satu pengrajin batik, Tri Utomo berharap strategi penjualan "one stop shopping" melalui gerai Ngesti Pandowo tersebut dapat menarik dan memberi rasa nyaman kepada setiap pembeli.

Saat ditemui di gerai miliknya di Semarang, ia mengatakan kurangnya ketrampilan pengrajin batik memasarkan batiknya membuat dirinya tergerak untuk menerapkan sistem ini.

"Harapannya adalah dapat meningkatkan daya jual batik tidak hanya produksi saya tetapi juga produksi pengrajin lain," katanya.

Tri mengatakan, konsep "one stop shopping" tersebut seperti yang diterapkan pada mini market. Tujuannya adalah dapat memberikan kenyamanan kepada para pembeli.

"Kalau di mini market tidak peduli dia naik mobil atau datang dengan baju lusuh, mau beli banyak atau sedikit akan tetap dilayani dengan baik, tempat yang nyaman dan dingin pun membuat konsumen betah," katanya.

Selain itu, pihaknya juga berharap dapat menerapkan "branding" atau merek pada batik semarang sehingga dapat bersaing.

Sementara itu, untuk mengangkat produk batik, Tri mengatakan para pengrajin di Kampung Batik masih perlu mendapatkan edukasi dan pelatihan tentang penjualan dari produk yang mereka jual.

"Dalam hal ini Pemerintah setempat telah memberikan bantuan berupa pelatihan membatik dan menyediakan pameran untuk menampilkan karya para pengrajin," katanya.

Pihaknya berharap, fasilitas tersebut dapat terus berkesinambungan. Dengan demikian, usaha para pembatik Semarang dapat terus berkembang.

Untuk diketahui, Kampung Batik sendiri merupakan sentra penjual batik di Semarang yang sempat berjaya di tahun 1942 namun terbakar pada saat penjajahan Jepang. Pada tahun 2006, kejayaan kampung tersebut kembali dibangkitkan oleh Pemerintah setempat.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement