REPUBLIKA.CO.ID, Insiden meledaknya ruang terapi hiperbarik membuat orang mengenal model pengobatan menggunakan oksigen murni tersebut. Salah satu yang disebut bisa diobati dengan hiperbarik adalah gangguan autisme.
Dokter spesialis kesehatan jiwa dan konsultan psikiatri anak dan remaja RS Pondok Indah dr Ika Widyawati, Sp KJ(K) mengatakan sejauh ini belum ada bukti klinis yang menyebut autisme bisa diobati dengan terapi hiperbarik. Ika tapi tidak akan melarang bila ada pasiennya yang ingin mencoba terapi hiperbarik untuk autisme.
"Kalau berhasil, silakan dicoba," katanya. Penggunaan hiperbarik disebutnya tak ubahnya akupuntur untuk gangguan autisme. Sejauh ini tidak ada bukti resmi kalau metode hiperbarik ataupun akupuntur bisa mengobati autisme.
Ika mengatakan kombinasi terapi perilaku serta obat lebih umum diresepkan bagi pasien autisme. Tujuan dari terapi misalnya Sensori Integrasi, Terapi Perilaku, Okupasi Terapi, Terapi Remedial, termasuk Terapi Wicara serta obat adalah untuk mengurangi masalah perilaku yang paling mengganggu. Misalnya untuk membantu meningkatkan kemampuan belajar, mengurangi perilaku disruptif, agresif, temper tantrum, impulsif atau hiperaktif. Terapi juga ditujukan untuk mengatasi kebiasaan perilaku berulang-ulang dan kesulitan perhatian hingga insomnia di anak autisme.
Karena setiap pasien autisme tidak sama maka resep terapi yang akan diberikan dokter umumnya berbeda-beda. Semua disesuikan dengan kebutuhan.
"Biasanya akan disuruh terapi Sensori Integrasi dulu. Untuk melatih motorik," katanya.
Ika mengatakan orang tua harus tahu bahwa dokter tidak akan pernah bisa memprediksi sampai kapan anak membutuhkan terapi serta pengobatan. Semua sangat bergantung pada perkembangan anak setelah terapi atau pengobatan. Orang tua juga diminta Ika mengingat bahwa terapi tetap ada di tangan orang tua. Mereka adalah terapis terbaik anak.
Biasanya terapi akan dievaluasi setiap tiga bulan. "Antusiasme orang tua bantu percepatan kondisi anak," katanya.