Jumat 19 Feb 2016 22:02 WIB

Menpar Ingin Toba Sekelas Danau Ontario dan Yellowstone

Danau Toba
Foto: Republika/Subroto
Danau Toba

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pemerintah telah menetapkan Danau Toba sebagai satu dari 10 Destinasi Prioritas di pariwisata. Untuk menjadikan Danau Toba sebagai "Bali Baru", Menteri Pariwisata Arief Yahya menegaskan, harus ada percepatan untuk mewujudkan gagasan besar Presiden Jokowi tersebut.

Menurut dia, Danau Toba harus dikelola Badan Otorita. Badan Otorita inilah, kata Menpar, yang akan mengatur dari tataran konsep sampai teknis, memberi arah, mendesain kawasan, mengeluarkan izin, dan menjaga agar kawasan Toba tetap konsisten seperti yang diimpikan. “Badan Otorita itu merupakan perwujudan dari prinsip Single Destination, Single Management,” ujar Arief Yahya dalam keterangan tertulisnya, Jumat (19/2).

Arief menuturkan, selama ini Toba tidak semakin moncer dan tidak sehebat dan segaung nama besarnya, tidak sepopuler legendanya, dan tidak se-atraktif keindahan alamnya. Ibarat perusahaan, kata dia, danau yang berada di Sumatra Utara ini dipimpin oleh tujuh orang chief executive officer (CEO).  Namun, ketujuh CEO itu tidak kompak, tidak saling akur, tidak solid, bahkan cenderung saling jegal satu dengan yang lain.

“Dari potret problem itu saja saya pastikan, sampai 50 tahun ke depan pun tidak akan berhasil. Dan terbukti, dari waktu ke waktu, jumlah wisman Sumatra Utara dengan ikon Danau Toba terus menurun. Karena itu soal manajemen destinasi ini menjadi critical success factor," tuturnya.

Menpar optimisitis, apabila satu persoalan ini diselesaikan cepat, maka akan menjadi pintu bagi penyelesaian masalah lain yang membelit Toba. Arief Yahya meyakini, Danau Toba itu legendaris. Di balik air danau yang tenang itu,  kata dia, Toba menyimpan sejuta cerita, dari yang mistik sampai ilmu geologi yang ilmiah. Dua-duanya punya daya pikat yang luar biasa, dan akan menjadi story line yang sangat kuat sebagai atraksi.

“Jadi, soal Atraksi, Danau Toba tidak perlu diragukan lagi,” ungkap Arief. Karena itu, lanjut dia, biarlah Badan Otorita nanti yang akan mengurus sampai hal-hal yang paling detail.

Ia menegaskan, sebenarnya pola single management ini bukan cara baru, juga bukan temuan baru. "Benchmarking dari banyak pengelola kawasan geopark pariwisata yang sukses di seluruh dunia, juga menggunakan konsep ini. CEO harus satu orang dan berkuasa penuh, tidak boleh diintervensi oleh siapapun, apalagi kepala daerah yang selama ini saling berseberang," cetusnya.

Arief mencontohkan Yellow Stone National Park, kaldera terbesar di benua Amerika yang pertama kali dijadikan objek wisata taman nasional di dunia. Daya tariknya adalah grand canyon of Yellowstone dan Grand Prismatic Spring. Tahun 2014, jumlah wisman yang masuk ke sana, 3 juta orang. Event terbesar adalah sepeda atau cycling tour.

“Manajemennya satu, yakni United States National Park Service. Hanya satu saja!” tegas Arief.  Dia juga mencontohkan Danau Ontario, Kanada, yang di tahun yang sama dikunjungi oleh 2,6 juta wisman. Atraksinya Niagara Falls. Even yang popular di sana adalah Lake Ontario Fishing Competitions and Events manajemennya juga tunggal, yakni Central Lake Ontario Conservation Authority.

Di dalam ororitas itu berisi Ministry of Natural Resources, Province of Ontario, The Regional Municipality of Durham and Local Municipalities, tetapi berada dalam satu Badan Otoritas. "Maka, untuk mengawali semua itu, harus dilakukan dari manajemen destinasinya. Siapa yang bertanggung jawab? Siapa yang dipercaya? Siapa yang diberi kewenangan? Yang tidak bisa diutak-atik dan diintervensi oleh siapapun. Dari sinilah kita memulai," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement