REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Objek wisata adat masyarakat Baduy di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, bisa dijadikan wisata dunia karena memiliki keunikan suku terasing. Menurut pemerhati sosial dari Rangkasbitung Ahmad Kusaeni, objek itu memiliki nilai jual seperti suku Aborigin di Australia dan Incha di Peru.
"Kami yakin wisata budaya Baduy memiliki nilai jual yang mendunia, seperti kehidupan komunitas suku Aborigin di Australia, suku Amish di Amerika Serikat, atau suku Incha di Manchu Pichu Peru," kata Ahmad saat dihubungi di Lebak, Rabu (30/12).
Khasanah budaya masyarakat Baduy cukup menarik untuk dilakukan wisata penelitian antropologi. Larena kehidupan masyarakat itu hingga kini masih mempertahankan adat leluhurnya.
Untuk itu, banyak pengunjung wisata domestik dan mancanegara melakukan penelitian kehidupan masyarakat Baduy.
Masyarakat Baduy hingga kini masih mempertahankan adat istiadat dan menolak kehidupan modern. Kawasan hutan yang dihuni masyarakat Baduy seluas 5.100 hektare tanpa jalan, jaringan listrik, televisi, radio, dan kendaraan.
Bahkan, masyarakat Baduy Dalam berpakaian putih-putih bepergian ke luar daerah harus berjalan kaki dan dilarang naik angkutan kendaraan. "Banyak para antropolog datang ke Baduy untuk melakukan penelitian," katanya.
Menurut dia, keberadaan suku terasing itu akan menjadi objek wisata dunia sehingga memberikan nilai tambah untuk peningkatan ekonomi masyarakat juga pendapatan asli daerah (PAD).
Dengan begitu, ujarnya, pemerintah daerah harus memprogramkan wisata Baduy menjadi Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA).
Pengembangan wisata ini nantinya ditata melalui pembangunan terintegrasi dengan infrastruktur, penginapan, dan pusat perdagangan.
Apalagi, produk-produk kerajinan suku Baduy cukup unik di antaranya aneka jenis souvenir, tas koja, golok, tenun, dan gula aren. "Saya yakin jika dibangun secara terintegrasi di kawasan Baduy dipastikan bisa menjadi objek wisata mendunia," kata mantan Direktur Pemberitaan LKBN Antara itu.