REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Warga Desa Kanekes (Urang Kanekes) atau lebih sering disebut sebagai suku Badui, merupakan warga pemukiman etnis adat sunda yang ada di Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Pemukiman adat ini makin menjadi wisata unggulan di Banten Selatan, karena keunikan suku Badui menjalani aktivitas sehari hari.
Hampir semua hal tentang Badui unik dan menggelitik untuk diketahui, entah cara berpkaian, rumah tinggal hingga kepercayaan mereka menjadi daya tarik bagi setiap wisatawan untuk mengunjungi suku Badui. Bagi wisatawan yang ingin berwisata di Baduy, harus mengetahui terlebih dahulu bahwa di Badui ada tiga bagian Suku Badui yang membedakan satu dengan lainnya.
Pengamat budaya dan juga dosen di Departemen Pendidikan Bahasa Sunda dan Prodi Linguistik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Chye Retty Isnendes, membagi penjelasannya:
Baduy Dalam
Baduy Dalam atau Badui Jero merupakan orang-orang yang tergolong sebagai 'Alim-Ulama' dalam kehidupan masyarakat Badui. Mereka adalah orang-orang yang menjaga sisi religius suku Badui atau sisi 'Ukhrowi' dari ajaran leluhur yang turun-temurun ada di masyarakat Badui.
Para warga Baduy jero tinggal di bagian paling dalam dari pemukiman Badui. Ciri khas mereka sehari-hari menggunakan baju dan ikat kepala berwarna putih. Dalam keseharian mereka selalu berjalan kaki tanpa alas seberapa jauh pun perjalanan yang harus ditempuh.
Badui Jero ini sangat menarik untuk dipelajari kesehariannya. Mereka masih memegang teguh kepercayaan untuk hidup selaras dengan alam.
Mereka tidak menggunakan teknologi kekinian. Contohnya, saat tradisi tahunan Seba Baduy yang merupakan kunjungan mereka ke kepala daerah setempat, mereka tidak menggunakan kendaraan meski harus menempuh puluhan kilometer.
Baduy Luar
Baduy luar merupakan warga Kanekes yang tinggal dalam lingkup tanah wilayat atau tanah adat yang masih mempercayai kepercayaan Sunda Wiwitan. Dalam beberapa hal tapi sudah ada kelonggaran aturan yang dikenakan kepada mereka. Seperti sudah diperbolehkannya menaiki kendaraan bertenaga bensin untuk melakukan tradisi tahunan Seba Badui.
Dapat ditemukan juga banyak dari warga Baduy luar yang sudah menggunakan alat komunikasi seperti ponsel dalam keseharian mereka.
Saat masuk ke tanah adat, pengunjung akan dengan mudah melihat ciri khas mereka dalam keseharian yang menggunakan pakaian serba hitam dan ikat kepala biru.
Baduy Dangka
Merupakan keturunan dari suku Badui, tapi sudah tinggal di luar tanah wilayat (adat). Para warga Baduy dangka tinggal di bagian terluar dari lapisan daerah Baduy. Mereka tidak terikat lagi dengan aturan atau kepercayaan Badui seperti pada Badui Jero dan Luar. Keseharian mereka layaknya warga umum yang menggunakan teknologi dan berpakaian biasa.
Saat masuk ke tanah adat Badui, mereka adalah warga yang pertama kali bisa dilihat. Pakaian yang dikenakan mereka biasa dan banyak yang membuka usaha oleh-oleh Baduy.
Tiga perbedaan ini disebut Retty, merupakan sistem lapisan yang dibentuk untuk menjaga Badui. Jadi, lapisan-lapisan dangka dan luar menjadi filter bagi Badui dalam dari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. Seperti masuknya turis asing khususnya yang berkulit putih masuk ke Badui dalam karena aturannya warga asing kulit putih dilarang masuk.
Adanya tiga bagian dalam masyarakat Badui ini yang menurutnya menjadi sistem perlindungan atas kepercayaan dan kelestarian Badui. Inilah alasan lokasi Badui dalam atau Badui Jero dikelilingi oleh dua lapisan di atas.