REPUBLIKA.CO.ID, Gangguan pendengaran pada bayi bisa terjadi selama proses kehamilan. Mayoritas gangguan pendengaran tersebut akibat adanya beberapa penyakit, seperti toksoplasma, rubella, sipilis atau raja singa, meningitis, campak, ensefalitis, luka di daerah kepala, dan sebagainya.
Gangguan pendengaran pada bayi menurut Dokter Spesialis Telinga, Hidung dan Tenggorokan (THT) RSUD Dr Soetomo Surabaya, dr Artono Sp THT KL, bisa kita deteksi sejak dini.
Ia menuturkan, bayi yang mengalami gangguan pendengaran memiliki kelainan anatomi pada wajah, kadar bilirubin darah yang tinggi (hiperbilirubinemia), sehingga membutuhkan transfusi tukar, serta di dalam keluarga terdapat penderita tuli sejak lahir.
"Penyebab penyakit toksoplasma adalah parasit dengan nama toxoplasma gondii yang umumnya hidup pada binatang mamalia seperti anjing dan kucing, sedangkan penyakit rubela disebabkan infeksi yang dapat dikenali dengan adanya ruam pada bagian tubuh, nyeri otot, demam dan adanya pembesaran getah bening," ujarnya dr Artono Sp THT KL, baru-baru ini.
Sedangkan penyakit sitomegalovirus disebabkan virus cytomegalo dan penyakit herpes dikarenakan infeksi dan bisa menyerang alat kelamin. Tanda dari seseorang terinfeksi penyakit herpes ini adalah keputihan atau muncul bintik pada alat kelamin.
"Pendeteksian kerusakan koklea ini bisa dilakukan sejak bayi baru lahir. Selama ini kami sudah melakukan 100 kali implan koklea sejak 2008 yang dilakukan di poli implan," terangnya.
Ia menambahkan, kerusakan pendengaran yang terjadi pada organ telinga luar (daun telinga) dan telinga tengah (gendang telinga) masih dapat ditolong dengan alat bantu dengar, sedangkan kerusakan pada organ telinga dalam (koklea), hanya dapat ditolong dengan implantasi.
"Implan ini ditempatkan melalui bedah, tepat di belakang telinga yang terdiri dari rumahan tahan lama sebagai antena penerima dan magnet. Rangkaian elektroda dipasang dengan lembut ke dalam rumah siput (koklea), kemudian prosesor audio dipasang di telinga," jelasnya.