Ahad 11 Oct 2015 01:20 WIB

Studi Ini Prediksi Usia Ideal untuk Menikah

Rep: c34/ Red: Dwi Murdaningsih
Menikah muda.ilustrasi
Foto: antarafoto
Menikah muda.ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,‎ JAKARTA -- Kapan sesungguhnya usia paling tepat untuk menikah? Statistik yang dihimpun dalam sebuah studi baru menunjukkan, usia paling tepat untuk menikah ialah antara usia 28 hingga 32 tahun.

Mereka yang menikah di usia itu, terdata bisa menghindari perceraian, setidaknya dalam lima tahun pertama. Penelitian dilakukan oleh Nick Wolfinger, seorang sosiolog di University of Utah, dan diterbitkan oleh Institut Studi Keluarga yang pro pernikahan. Wolfinger menganalisis data dalam kurun 2006-2010 dan 2011-2013 dari Survei Nasional Pertumbuhan Keluarga.

"Kemungkinan kecil peluang perceraian terlihat dalam usia menikah di akhir dua puluhan dan awal tiga puluhan. Setelah itu, kemungkinan perceraian naik lagi saat seseorang mulai masuk dalam usia akhir tiga puluhan dan awal empat puluhan," tutur Wolfinger seperti diberitakan Time.

Penelitian menghitung, kemungkinan perceraian naik sekitar lima persen untuk setiap tahun setelah usia 32 tahun. Sejumlah orang menyebut hipotesis ini sebagai teori pernikahan Goldilocks: jangan terlalu muda dan jangan terlalu tua.

Ada banyak alasan mengapa usia akhir 20-an atau awal 30-an masuk akal sebagai waktu yang tepat untuk menikah. Dalam usia tersebut, seseorang dianggap telah matang membuat pilihan hidup yang signifikan, bisa bertanggung jawab, dan sudah mapan secara finansial.

Hasil studi itu mendapat respon beragam dari sejumlah sosiolog lain. Phillip Cohen dari Universitas Maryland, misalnya, yang menyanggah pendapat itu dengan menunjukkan set data berbeda dari Survey Masyarakat Amerika. Menurutnya, semakin tua seseorang tidak berarti pernikahannya semakin aman. Menurut analisisnya, usia yang sempurna untuk menikah jika pasangan sama sekali tidak ingin bercerai adalah antara 45-49 tahun. Dalam usia itu, kata ia, seseorang tidak harus membuat keputusan hidup berdasarkan analisis statistik di Internet.

Nyatanya, perceraian adalah pola sosial yang sulit untuk diukur dan banyak negara menolak untuk mengumpulkan data tentang itu. Terlebih, semakin banyak orang yang memilih untuk hidup bersama tanpa status sah dari negara membuat perceraian semakin kurang efektif untuk mengukur kondisi keluarga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement