REPUBLIKA.CO.ID, ROLers, bayangkan Anda sedang tertidur. Begitu terbangun, Anda mendapati tangan Anda tiba-tiba terlihat membengkak menjadi ukuran raksasa. Perabotan di rumah Anda seketika menyusut begitu kecil, seperti rumah boneka.
Kejadian ini mungkin mustahil, namun tak demikian dengan orang-orang yang terkena sindrom Alice in Wonderland. Kondisi ini persis seperti adegan dimana Lewis Carroll tiba-tiba meyusut dan tumbuh raksasa difilm fantasi 'Alice Adventures in Wonderland.'
Kondisi neurologis ini memengaruhi persepsi otak dan biasanya menyerang anak-anak. Tidak banyak tulisan yang membahas sindrom ini. Ahli pediatric neuro-ophthalmologist, dr Grant Liu memelajari sindrom ini selama bertahun-tahun. Ia mendapati bahwa ada banyak anak yang terkena sindrom ini.
"Kupikir jumlahnya lebih banyak dari yang terpikirkan," kata Liu, dilansir dari Mother Nature Network, Senin (21/9).
Anak-anak penderita sindrom Alice in Wonderland biasanya mengalami beberapa kombinasi makropsia atau melihat benda-benda dalam ukuran raksasa, mikropsia atau melihat benda-benda dalam ukuran terlalu kecil. Mereka juga mengalami pelopsia atau melihat benda-benda dalam jarak terlampau dekat, serta teleopsia atau melihat benda-benda terlampau jauh.
Psikiater John Todd menerbitkan sebuah makalah tentang kondisi misterius ini pada 1955. Dia yang pertama kali memberi nama sindrom Alice in Wonderland.
Mendiagnosis pasien dengan sindrom ini sulit. Neurologis, Sheena Aurora pernah memindai otak pasiennya dan menemukan bahwa ada aktivitas listrik yang menyebabkan aliran darah abnormal masuk ke bagian otak yang bertugas mengontrol penglihatan dan proses pandangan bentuk dan ukuran.
Sindrom Alice in Wonderland biasanya muncul pada anak berusia 5-10 tahun dan menghilang begitu si anak beranjak remaja. Neurologis, Owen Pickrell mengatakan sindrom ini cenderung muncul dimalam hari. Ini dipicu perubahan output sensorik atau perubahan kimia otak ketika tidur.
Saat ini belum ada cara untuk mengobati sindrom ini sebab peneliti masih berfokus pada penyebab penyakit ini. Para peneliti percaya bahwa migrain, epilepsi dan infeksi virus berhubungan dengan sindrom ini. Ada juga kemungkinan sindrom ini diwariskan secara genetik.