REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Halimatus Sa’diyah
Siang itu matahari menyala terang di atas langit Labuan Bajo, sebuah kecamatan di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Saya, yang baru tiba di Bandara Komodo, Labuan Bajo, langsung disambut suhu panas 34 derajat celcius.
“Di sini sehari-sehari panasnya memang seperti ini,” kata Halu Oleo, salah satu staf dari Taman Nasional Komodo, yang akan menjadi kawan saya selama menjelajahi pulau cantik di timur Indonesia ini.
Meski udara panas menyengat, tak butuh waktu lama bagi saya untuk jatuh cinta pada Labuan Bajo. Dalam perjalanan dari Bandara Komodo menuju Pelabuhan Labuan Bajo, dari atas bukit saya sudah disuguhi pemandangan laut biru yang dihiasi belasan kapal. Kapal-kapal yang mayoritas membawa turis itu terserak di antara pulau-pulau kecil tak bertuan.
Dari Pelabuhan Labuan Bajo, petualangan saya mengeksplor alam liar di Nusa Tenggara Timur pun dimulai. Sebuah speed boat berkapasitas 12 orang membawa saya menuju Pulau Rinca, salah satu pulau di Taman Nasional Komodo.
Sepanjang perjalanan membelah laut, saya tak henti-hentinya mengagumi keindahan gugusan pulau-pulau kecil tak berpenghuni yang berbukit-bukit. Karena sedang puncak musim panas, rerumputan yang memenuhi bukit mulai berubah warna menjadi coklat keemasan.
Kepada saya, Halu menjelaskan Taman Nasional Komodo memiliki total luas 173.300 hektare, namun 75 persennya adalah laut. Dengan demikian, selain menawarkan pengalaman menyaksikan komodo di habitat aslinya, Taman Nasional yang dinobatkan sebagai Tujuh Keajaiban Dunia Baru pada 2012 ini sekaligus menyajikan pesona wisata bahari. Dua perpaduan wisata yang tak ada duanya di dunia.