Ahad 21 Jun 2015 00:38 WIB

11 Rahasia Sukses Novel “Ayat-Ayat Cinta”, Sarat Pesan (bagian 2)

 Penulis, Habiburrahman El Shirazy saat membacakan salah satu penggalan pada bedah buku Api Tauhid di Islamic Book Fair, Landmark, Kota Bandung, Sabtu (6/6).  (foto : Septianjar Muharam)
Penulis, Habiburrahman El Shirazy saat membacakan salah satu penggalan pada bedah buku Api Tauhid di Islamic Book Fair, Landmark, Kota Bandung, Sabtu (6/6). (foto : Septianjar Muharam)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setidaknya  ada 11 rahasia mengapa novel “Ayat-Ayat Cinta” (AAC)  yang ditulis oleh Habiburrahman El-Shirazy dan diterbitkan oleh Republika Penerbit  sejak lebih 10 tahun silam menjadi salah satu buku terlaris.Hingga kini novel yang ditulis oleh alumnus Al-Azhar University Kairo, Mesir itu masih terus diburu orang.

Kunci sukses pertama novel AAC adalah orisinalitas. Kedua, detil yang menggoda. Ketiga, konflik yang kuat. Keempat, unsur jenaka yang menghibur.  Kelima, penuh kejutan. Keenam, penyelesaian yang melegakan.

Kunci sukses ketujuh novel AAC  adalah sarat  pesan yang mencerahkan. Misalnya, aaat berbicara dengan Maria, Fahri tidak mau memandangnya. ‘’Memandang perempuan bukan mahram tidak mungkin kulakukan kecuali terpaksa, misalnya ketika berjumpa begitu saja. Atau reflek menengok karena dia memanggil namaku.’’ (hlm 155)

Saat naik tangga apartemen, Fahri tidak mau berjalan di belakang Maria. ‘’Aku tidak mau naik tangga di belakang Maria. Aku harus di depan … demi menjaga pandangan dan menjaga kebersihan jiwa.’’ (hlm 156)

Saat berkenalan dengan perempuan bule (Alicia) di Metro, Fahri membalas ajakannya untuk bersalaman dengan menangkupkan kedua tangan di dada: ‘’Ini bukan berarti saya tidak menghormati Anda. Dalam ajaran Islam, seorang lelaki tidak boleh bersalaman dan bersentuhan dengan perempuan selain istri dan mahramnya.’’ (hlm 55)

Saat Fahri marah kepada teman-temannya karena dibiarkan berduaan dengan Maria di rumah sakit. ‘’Saif, kenapa kautinggalkan aku sendirian dengan Maria? Kenapa dia yang menungguiku? Dia bukan mahramku.’’ (hlm 177)

Meskipun sangat menekankan tentang keharusan menjaga aurat dan tingkah laku, tidak berarti Islam melupakan romantisme. Seperti pernyataan Syaikh Utsman saat Fahri hendak dipertemukan dengan calon istrinya: ‘’Dalam Islam hubungan lelaki perempuan disucikan sesuci-sucinya namun tanpa mengurangi keindahan romantisnya.’’ (hlm 210)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement