REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penulis Intan Paramaditha kembali meluncurkan novel terbarunya yang berjudul Malam Seribu Jahanam yang diterbitkan oleh Penerbit Gramedia Pustaka Utama di Cemara 6 Galeri, Jakarta Pusat pada Sabtu (8/7/2023). Intan memang terkenal dengan sosok yang mengangkat topik feminisme dan isu-isu sosial politik dalam balutan sastra gotik.
Dengan kisah yang dia tulis berupa dongeng bernuansa horor, Intan mendekonstruksi pandangan dan karakter perempuan Indonesia di lingkup keluarga dan masyarakat dalam konteks nasional dan global. Nuansa horor yang dihadirkan dalam novel kali ini berbeda dengan karya-karya sebelumnya, seperti Sihir Perempuan dan Gentayangan.
Lewa karya terbaru, nuansa horor ditampilkan lebih subtil dan mampu membangkitkan kecemasan. “Horor merupakan ketakutan akan ketidaktahuan. Sering kali kita takut akan hal-hal yang tidak kita ketahui tentang apa yang apa di dalam diri kita sendiri,” kata Intan pada Sabtu (8/7/2023).
Sama seperti penulis lain, ada hal yang melatarbelakangi Intan menulis novel ini. Selain Tragedi Bom Bunuh Diri di Surabaya tahun 2018 lalu, dia juga ingin melanjutkan kisah nenek Victoria. Nenek Victoria merupakan salah satu karakter yang terdapat dalam novel Intan sebelumnya, Gentayangan.
“Setelah menyelesaikan novel Gentayangan, saya ingin melanjutkan kisah tentang nenek ini bernama Victoria. Saya ingin menggarap cerita nenek dengan seorang perempuan. Itu pintu masuk pertama,” ujarnya.
Penulisan karya terbarunya menggunakan tone dan gaya yang berbeda. Pada karya sebelumnya, Intan berbicara dengan kalimat-kalimat pendek, langsung, dan cenderung seperti daftar. Namun, dalam novel ini, dia lebih memikirkan kata per kata. Oleh karena itu, proses penulisannya cenderung lebih lama.
Dia mulai menulis tahun 2020 secara intens. Namun, setelah mengirim ke editor draf empat, dia merasa ada yang kurang. “Saat kirim ke editor draf empat, seperti ada yang tidak nyambung. Ada jurang antara yang dilakukan karakter ini dari struktur awal dengan bagaimana dia berkembang secara organik,” ucap dia.
Malam Seribu Jahanam dibuka dengan tragedi bom bunuh diri yang melibatkan satu keluarga. Novel ini akan menampilkan isu kekerasan, radikalisme berbasis agama, dan masalah keluarga khas Indonesia.
Dalam cerita ini akan dibahas tentang tiga saudara yang diramal oleh nenek mereka untuk menjadi Pengelana, Penjaga, dan Pengantin. Pembaca diajak untuk memeriksa kembali arti keluarga, persaudaraan, relasi kuasa, dan kelas dominan di struktur sosial dalam konteks kontribusinya terhadap budaya kekerasan.