REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian di University of Oregon tahun 2004 menemukan fakta bahwa 28 persen remaja (usia 13-19 tahun) mengalami setidaknya satu episode depresi berat; tiga sampai tujuh persen pada anak usia 13-15 tahun, dan sekitar satu sampai dua persen berasal dari anak di bawah usia 13 tahun.
"Depresi merupakan gangguan perasaan yang sifatnya menetap dan bertahan dalam jangka waktu tertentu. Dan perilaku anak yang mengalami depresi berbeda dengan orang dewasa. Tidak hanya kesedihan dan kecemasan, tapi juga dapat berupa perilaku hiperaktif, impulsive, dan inatensi," kata Dr. Ika Widyawati SpKJ (K), ketua Divisi Psikiatri Anak & Remaja, Departemen FKUI-RSCM dikutip dalam www.parentsindonesia.com.
Dr. Ika menerangkan bahwa terdapat faktor-faktor yang memengaruhi timbulnya depresi pada anak, seperti faktor biologi, psikologi, dan lingkungan. Tiga hal ini sebagai trias dalam gangguan jiwa.
Biologi
"Depresi ini berkaitan dengan menurunnya tingkat serotin neurotransmitter di otak," kata Dr. Ika. Selain itu anak-anak dan remaja dengan orangtua depresi cenderung empat kali lebih berisiko mengalami depresi.
Psikologi
"Umumnya anak-anak dengan Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) berisiko tinggi mengalami depresi. Biasanya anak penyandang ADHD dicap nakal, bodoh, kerap dikucilkan lingkungannya, tidak mampu belajar dengan baik dan hal-hal tersebut dapat menyebabkan depresi," Jelas Dr. Ika. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Ingersoll dan Goldstein, sebanyak 20-30 persen anak dengan depresi didiagnosis penyandang ADHD.
Lingkungan
Depresi bisa jadi sebagai reaksi terhadap tekanan lingkungan termasuk trauma verbal, fisik, atau kekerasan seksual, kematian orang yang dicintai, masalah sekolah, korban penganiayaan, atau tekanan teman sebaya. "Prestasi akademik yang buruk, konflik orang tua, hadirnya anggota baru, bahkan kemiskinan dapat menjadi faktor risiko munculnya depresi pada anak," kata Dr. Ika