REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Selama beberapa tahun terakhir, perhatian terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan anak semakin meningkat. Terutama, dengan adanya tekanan tambahan dari hal-hal seperti pandemi yang telah berlalu dan akses media sosial.
Lembaga amal kesehatan mental anak dan remaja Place2Be mengatakan satu dari lima anak mengalami masalah kesehatan mental. Setengahnya mengalami itu pada usia 14 tahun. Antara 2021-2022, hampir satu juta anak dan remaja mengakses layanan kesehatan mental.
Konsultan psikolog CAMHS untuk Cygnet Health Care, Seb Thompson, mengatakan terdapat peningkatan masalah kesehatan mental yang dapat didiagnosis pada anak dan remaja berusia 6-19 tahun. Kondisi itu terpantau dalam lima atau enam tahun terakhir.
"Seperti di masa dewasa, ada banyak jenis kondisi kesehatan mental yang dapat berdampak pada anak-anak dan remaja, yang paling umum adalah kecemasan dan suasana hati yang buruk," kata Thompson, dikutip dari laman Independent, Rabu (15/5/2024).
Selain itu, anak dan remaja pun bisa mengalami gangguan kesehatan mental yang serius seperti gangguan panik, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan stres pasca-trauma, kesulitan dalam menjalin keterikatan, atau depresi. Kondisi kesehatan mental lainnya lebih jarang terjadi namun bermula saat remaja, seperti psikosis, gangguan bipolar, dan gangguan makan.
Khusus mengenai depresi pada masa kanak-kanak, bagaimana orang tua dapat mengetahui tanda-tandanya? Psikoterapis anak dan remaja Rachel Melville-Thomas berpendapat orang tua perlu waspada jika seorang anak tidak mampu keluar dari kesedihan yang berkepanjangan.
Suasana hati buruk yang terus-menerus terjadi serta kehilangan minat pada aktivitas yang mereka sukai sebelumnya juga bisa menjadi tanda lain. Anak dan remaja mungkin juga mudah tersinggung dan lelah secara terus-menerus, setidaknya selama dua pekan.
"Sering kali, remaja yang depresi mengatakan bahwa mereka tidak merasakan apa pun, hanya mati rasa atau kehampaan. Depresi juga bisa disertai dengan kecemasan berlebihan, dan menjadi penyebab perubahan pola makan atau tidur," ucap juru bicara Association of Child Psychotherapists tersebut.
Penting untuk diingat bahwa anak-anak dan remaja terus-menerus berkembang dan melewati tahap perkembangan masing-masing, jadi jangan lupakan perilaku khas masa pertumbuhan. Namun, selalu waspada jika ada sesuatu yang dirasa tidak beres.