REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Tidak ada satu pun pasangan yang menginginkan perpisahan, baik karena kematian maupun perceraian. Tetapi jika memang harus terjadi, yang harus tetap dilakukan adalah menatap ke depan karena hidup terus berjalan.
Buat perempuan, beban hidup akan dirasakan lebih berat karena ketika suami masih ada, perempuan tidak berperan sebagai pencari nafkah utama. Sementara ketika suami sudah tidak ada, otomatis tanggung jawab sebagai pencari nafkah utama berpindah ke pundak perempuan sebagai kepala keluarga yang tersisa.
Lalu apa yang harus dilakukan perempuan jika ini yang harus terjadi? Tips sederhana dari Perencana Keuangan FinMap Malang, Herastu Rizka Widorini berikut mungkin bisa membantu.
Realistis bahwa hidup terus berjalan
Bersikap realistis bahwa sekarang semua keputusan harus diambil sendiri, termasuk keputusan dalam hal-hal yang menyangkut keuangan. Terlepas apakah perpisahan akibat kematian atau bukan, hadapilah kenyataan bahwa hidup yang terus berjalan artinya juga pengeluaran tetap jalan terus. Terus bersedih tidak akan membantu, tetapi tetap tegar dan kuat akan sangat bermanfaat dalam memandang hidup ke depan.
Balik nama aset, lebih cepat lebih baik
Pada harta peninggalan almarhum suami, ada hak anak-anak didalamnya. Karena hukum yang berlaku di Indonesia juga menarik pajak kepada penerima waris, sebaiknya balik nama segera dilakukan, terutama untuk tanah dan bangunan. Sebab pembayaran pajak terkait dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang setiap tahun terus meningkat. Ini juga akan memudahkan jika di kemudian hari tanah dan bangunannya akan dijaminkan ke bank/leasing maupun dijual ke pihak lain.
Sementara perpisahan akibat perceraian, urusan balik nama segera dibereskan setelah ada kesepakatan pembagian harta gono-gini. "Ini akan memudahkan ketika ada perubahan dalam aset tersebut, terutama apakah dijual maupun dijaminkan ke bank atau leasing," ujarnya kepada Republika Online, Kamis (29/1).