Rabu 28 Jan 2015 12:26 WIB

Perempuan Single Parent, Segera Bereskan Hutang!

Rep: Desy Susilawati/ Red: Winda Destiana Putri
Perempuan single parent harus bereskan hutang
Foto: News
Perempuan single parent harus bereskan hutang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika status single parent sudah melekat pada diri Anda sebagai perempuan. Selain Anda harus realistis bahwa hidup terus berjalan dan lakukan balik nama aset, Anda juga harus membereskan hutang yang diperoleh sebelum berpisah.

Bagaimana caranya? Perencana Keuangan FinMap Malang, Herastu Rizka Widorini memberikan tipsnya kepada Republika Online, Rabu (28/1).

Menurutnya, kecuali pernikahan dilengkapi dengan perjanjian kawin, maka segala harta dan hutang yang diperoleh selama masa pernikahan adalah milik bersama. Terpenting adalah harus membereskan hutang terlebih dahulu agar urusan ini tidak berlarut-larut.

Jika perpisahan terjadi akibat kematian, periksa apakah hutang sudah dicover dengan asuransi jiwa. Jika sudah maka ahli waris tidak akan terbebani dengan urusan penyelesaian ini. Tetapi jika belum, istri mau tidak mau terpaksa menyelesaikan hutang ini.

"Jika dirasa berat dalam jumlah nominal, hubungi pihak kreditur untuk restrukturisasi," ujarnya.

Kecuali lintah darat, kebanyakan kreditur akan bersedia menangguhkan bunga berjalan yang seharusnya dibayarkan. Atau juga menunggu penyelesaian penjualan aset jika memang ini jalan satu-satunya yang dapat ditempuh.

Sementara perpisahan yang terjadi akibat perceraian, penyelesaian hutang bisa lebih rumit jika tidak ada perjanjian gono-gini yang jelas. Tetapi dalam kasus ini, akan sangat sulit dijumpai kreditur yang bersedia menangguhkan bunga berjalan. Lazim dijumpai hutang-hutang yang kemudian menjadi bermasalah ketika debitur bermasalah dalam keluarganya.

Tetap penuhi kewajiban sebagai usaha agar nama baik dalam hal hutang piutang tetap terjaga. Mintalah restrukturisasi dari pihak kreditur jika perlu. Jika hutang memiliki jaminan aset, pastikan juga bagaimana status aset ini. Apakah dibagi dengan mantan pasangan atau kepada salah satu, dengan konsekuensi pihak yang menghendaki hak penuh bersedia membayar jatah pasangannya.

"Kondisi yang emosional bisa menyebabkan kurang jernihnya pikiran dalam mengambil keputusan, maka jika perlu gunakan jasa pengacara dan atau perencana keuangan spesialis perceraian," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement