Kamis 11 Sep 2014 21:15 WIB

Keluarga tak Terbiasa Bicarakan Masalah Kesehatan Jiwa

keluarga (ilustrasi)
Foto: Prayogi/Republika
keluarga (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Stigma negatif yang melekat bagi perbuatan bunuh diri membuat para pelakunya enggan mencari bantuan konseling yang dibutuhkan untuk mencegah melakukan bunuh diri.

"Masyarakat belum terbiasa untuk membicarakan masalah kesehatan jiwa (pemicu perilaku bunuh diri). Banyak yang hanya dapat merasa sakit fisik tanpa mengenali permasalahannya adalah emosional," kata Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Eka Viora dalam temu media di Jakarta, Kamis (11/9).

Tanggal 10 September diperingati sebagai Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia untuk meningkatkan kesadaran dunia akan aksi bunuh diri sehingga dapat mencegahnya. Sementara itu, meski angka kematian akibat bunuh diri di Indonesia tidak termasuk yang tinggi di dunia, Eka Viora mengkhawatirkan fenomena gunung es dimana angka sebenarnya jauh lebih tinggi daripada estimasi yang dilakukan.

Sekali lagi, faktor budaya dan stigma masyarakat yang memandang rendah perilaku bunuh diri membuat keluarga seringkali tidak melaporkan terjadinya kasus tersebut yang mempersulit pendataan. "Kita tidak memiliki data akurat. Kita punya data kalau kematian tidak wajar dilaporkan ke polisi dan diminta visum. Tapi sering keluarga menyembunyikan kasus bunuh diri karena malu," papar Eka.

Sejak tahun 2010, Kementerian Kesehatan telah meluncurkan hotline di nomor (021)500454 bagi mereka yang membutuhkan konseling jika menderita depresi atau gangguan mental lain atau merasa "galau" seperti yang sering dikatakan remaja saat ini.

Dengan menelpon hotline tersebut, penderita gangguan kesehatan jiwa tidak perlu mengungkapkan identitasnya untuk mendapatkan bantuan termasuk dirujuk ke psikolog/psikiater jika dibutuhkan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement