Selasa 20 May 2014 15:58 WIB

Derawan, Aku Datang...! (2)

Rep: Ririn Liechtiana/ Red: Indira Rezkisari
Derawan
Foto: Ririn Liechtiana/Republika
Derawan

REPUBLIKA.CO.ID, Dari Kakaban, kami menuju ke Pulau Sangalaki. Di sana, ada tempat penangkaran penyu hijau yang terkenal. Kira-kira satu jam, pulau berpasir putih itu sudah terlihat. Area di pulau itu khusus untuk konservasi dan bukan untuk umum dikunjungi. Tidak ada tempat penginapan di sana.

Kira-kira 500 meter dari bibir pulau, speedboat kami berhenti. Kami tidak bisa ke Pulau Sangalaki karena air pantai sedang surut. Karena takut merusak terumbu karang dan menghindari berjalan di atas terumbu karang, kami pun urung ke pulau itu. Kami melihat terumbu karang banyak yang rusak.

Dari kejauhan, terlihat rumah seperti pos untuk petugas yang menjaga area observasi. Penyu bertelur pada malam hari dan bisa melihat tukik (penyu kecil) yang keluar. Pulau Sangalaki terasa sunyi karena jarang ada penduduk setempat.

Tak jauh dari perairan Pulau Sangalaki, ada lokasi untuk snorkeling dan diving. Di sana, biasanya dapat ditemukan mantarai atau pari manta. Ikan pari berwarna hitam yang ukurannya cukup besar, kira-kira satu meter lebih, memiliki tanda khusus di pundaknya.

Pemandu yang membawa kami menceritakan, di lokasi sekitar perairan laut lepas Kepulauan Derawan ada titik-titik penyelaman untuk melihat hiu dan barakuda. Namun, penyelam yang ingin ke kedalaman laut ini harus memiliki lisensi khusus. N

Menikmati Pulau Derawan

Hampir satu jam perjalanan kami sampai di Pulau Derawan. Pulau ini menjadi destinasi wisata yang paling digemari oleh wisatawan.

Pulau Derawan terlihat sangat ramai karena terdapat resor dan penginapan di sana. Harga penginapan bervariasi, homestay atau tinggal di rumah penduduk dengan ongkos sewa lebih murah. 

Kami memilih tinggal di cottage yang menjorok ke laut karena tak ingin melewatkan keindahan matahari terbenam. Setelah menikmati es kelapa muda dan makan, kami mencoba naik banana boat untuk mengelilingi Pulau Derawan. Pantai berpasir putihnya indah, sayang di beberapa lokasi banyak sampah berserakan, seperti popok bayi dan sampah plastik.

Kami pun berjalan-jalan melewati pemakaman kuda. Ada nisan yang bentuknya berkepala kuda. Banyak kisah mengenai asal usul makam kuda. Pemandu wisata kami mengatakan jika keluarga yang dimakamkan di sana merupakan para pahlawan yang berani menentang penjajah Belanda.

Kami juga melewati pohon-pohon kelapa, lapangan, dan perkampungan penduduk yang menyediakan beragam keperluan snorkeling, diving, homestay, toko oleh-oleh, hingga tempat makan. Kami pun memesan makanan untuk santap malam. Setelah menikmati keindahan matahari terbenam, kami beristirahat sebentar dan mandi. Makan malam di rumah penduduk yang membuka usaha tempat makan. Selesai makan, kami pergi ke dermaga. Di sana, ada beberapa penduduk yang sedang memancing. Hasil tangkapan mereka cukup banyak, ada ikan kerapu dan udang.

Pagi hari, kami sarapan dan menyempatkan untuk jalan-jalan sambil melihat penyu yang tiba-tiba muncul di dekat tempat kami menginap. Air laut cukup jernih sehingga kepiting dan aneka ikan terlihat dengan jelas.

Setelah menginap sehari di Pulau Derawan, kami harus kembali ke Tanjung Redeb yang kira-kira dua jam perjalanan. Selama perjalanan, air laut berubah jadi warna biru, hijau, dan ketika mendekat ke perairan Tanjung Redeb, air berubah warna menjadi cokelat. Kami melewati hutan bakau. Banyak rumah panggung yang dibangun di atas sungai. Terlihat juga kapal pembawa batu bara.

Selama perjalanan, seorang teman bertanya tentang keberadaan buaya di sungai, tapi tak ada jawaban. Pembicaraan dialihkan ke topik lain. Setelah di darat, pemandu menjelaskan, hal yang tabu jika kita menanyakan soal buaya jika masih berada di tengah sungai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement