Selasa 11 Mar 2014 13:45 WIB

Sehari di Tanah Raja Surgawi (1)

Tongkonan di Desa Kete Kesu, Toraja.
Foto: Anis Efizudin/Antara
Tongkonan di Desa Kete Kesu, Toraja.

REPUBLIKA.CO.ID, Tana Toraja tanah para raja surgawi. Bentang alam nan indah dengan hutan hijau, persawahan, dataran tinggi di utara Sulawesi Selatan ini begitu memikat hati.

Makale dan Rantepao membentang bagai permadani di bagian bawah dataran tinggi Tana Toraja, sementara Batutumonga dan Gunung Sesean seperti gardu pandang yang memberikan tempat bagi pencinta alam untuk memanjakan mata.

Berjalan lebih mendekat, menyapa para orang-orang penutur bahasa Austronesia yang berdiam di negeri atas pun bisa menjadi keasyikan tersendiri. Mereka ramah dan terbuka.

Tidak cukup sehari untuk bisa memahami Tana Toraja seutuhnya. Namun, satu hari cukup bagi mereka yang haus berpetualang ke tempat-tempat baru untuk mengenal tanah ini.

Petualangan menelusuri tanah para raja surgawi ini bisa dimulai lebih pagi dengan mengunjungi Kete Kesu, desa tua di Kecamatan Kesu, Rantepao, yang menurut sebagian orang berusia 400 tahun dan menurut sebagian lainnya berumur 700 tahun.

Kudu--keturunan asli desa tua yang kini menjadi tujuan wisata "wajib" di Tana Toraja--percaya usia desa leluhurnya lebih dari 700 tahun.

"Itu, Kesu (Tongkonan Puang Ri Kesu). Rumah itu yang di sebut Kesu," kata Kudu sambil menunjuk salah satu Tongkonan yang berjajar di Desa Kete Kesu.

Menurut dia, Kesu sebelumnya berada di atas bukit kapur di belakang desa tersebut. Baru setelah keadaan Toraja damai dari pertikaian antarkerajaan atau marga, saat Belanda mulai masuk dataran tinggi di utara Sulawesi Selatan tersebut, Kesu dipindahkan ke lokasi sekarang.

Dari enam Tongkonan yang berjajar berhadap-hadapan dengan 12 alang (lumbung padi) di desa tersebut, bangunan Kesu memang tampak lebih tua.

Bagian atap yang terbuat dari bambu yang menurut Kudu biasanya baru diganti setelah 40 tahun tersebut sudah tertutup lumut dan sejenis tanaman pakis.

Tongkonan yang berada di desa ini tidak lagi ditempati. Namun keluarga tetap tinggal di desa tersebut dengan membangun rumah dan kios cendera mata di sekitar rumah khas Toraja yang beratap seperti perahu tertelungkup tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement