Senin 04 Nov 2013 01:30 WIB

Glenn Fredly Layangkan Petisi 'Selamatkan Kepulauan Aru'

Musisi, Glen Fredly berbicara seputar konser tunggalnya yang bertemakan
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Musisi, Glen Fredly berbicara seputar konser tunggalnya yang bertemakan "Cinta Beta" di Rolling Stone Cafe, Jakarta, Kamis (3/5). Konser yang akan digelar pada dua September mendatang di Istora Senayan ini merupakan 17 tahun dirinya berkarya di belantika m

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyanyi Glenn Fredly melayangkan petisi untuk menyelamatkan Kepulauan Aru, Maluku, Ambon yang sebagian besarnya lahan hutannya dibabat untuk perkebunan tebu.

Glenn mengatakan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Ahas, pembabatan tersebut mengikis 500.000 hektare dari keseluruhan luas Kepulauan Aru, yakni 643.000 hektare. "Lalu apa yang tersisa dari Maluku?," ujar Glenn.

Dia mengatakan, saat ini 19 dari 28 perusahaan perkebunan di bawah PT Menara Group sudah mengantongi izin Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan atas wewenang Bupati Aru yang saat ini berada di penjara di Sukamiskin, Bandung karena terjerat kasus korupsi. Glenn mengaku khawatir akan nasib kampung halaman dengan kekayaan dan keindahaan alamnya tersebut.

Karena itu, ia melayangkan petisi yang kini sudah didukung sebanyak 5.000 orang.

Dia mengatakan sebelumnya, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku bertemu Komisi B DPRD Maluku terkait penyelamatan lahan tersebut. "Mereka sepakat bahwa ada indikasi 'kejahatan' dalam kasus Aru," katanya.

Glenn menuturkan DPRD berjanji akan mengambil langkah konkret untuk memantau langsung kondisi di Aru dan membawa kasus tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta mendorong pencabutan IUP oleh Menhut.

Dia berharap masyarakat Indonesia turut mendukung petisi tersebut agar izin perusahaan perkebunan di kepulauan Aru dicabut.

"Di Pulau Seram, pabrik semen dan pabrik gula yang dulu direncanakan ternyata bohong. Pengusaha kabur setelah hutan dibabat dan kayu dijual ke luar," katanya.

Glenn menjelaskan perusahaan pengembang sawit mengobrak-abrik lahan-lahan di Pulau Seram dan saat ini menyisakan hamparan sawit ratusan ribu hektare. "Hutan habis dan yang tersisa bagi penduduk lokal hanya status buruh lepas harian, kemiskinan dan banjir," katanya.

Hal sama juga disampaikan aktivis pluralisme asal Ambon, Jacky Manuputy, yang mengatakan gerakan penolakan penebangan hutan untuk perkebunan semakin menguat di komunitas masyarakat Kepulauan Aru.

"Hampir semua penduduk dari 117 desa menolak perkebunan ini. Ini yang membuat 'gerah' Pemkab Aru yang kini dipimpin pejabat sementara," katanya.

Dia menuturkan Kepulauan Aru terdiri atas hampir 300 pulau dengan enam pulau besar yang dipenuhi oleh flora dan fauna endemik yang juga terdapat di Papua dan Australia. Di dalamnya, lanjut dia, terdapat empat spesies burung cendrawasih, kakatua hitam, kanguru pohon, kasuari dan lainnya.

"Kepulauan Aru itu unik, indah namun 'fragile' (rentan) terhadap kerusakan ekologi," katanya.

Sementara itu, Direktur Komunikasi Change.org sebagai wadah dilayangkannya petisi itu, mengatakan akhir-akhir ini banyak petisi yang muncul mengenai upaya eksploitasi perkebunan dan pertambangan di pulau-pulau kecil.

"Yang terakhir adalah petisi Pulau Bangka, Sulut yang dimulai oleh Kaka 'Slank' yang terancam oleh pertambangan bijih besi," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement